Senin 13 Mar 2017 17:27 WIB

Kontras: Penegak Hukum Semakin Terbuka Siksa Tahanan

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
Kepala Divisi Hukum dan HAM Kontras Arif Nur Fikri memberikan keterangan kepada awak media saat menggelar rilis terkait praktik penyiksaan di Kantor Kontras, Jakarta, Senin (13/3).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Kepala Divisi Hukum dan HAM Kontras Arif Nur Fikri memberikan keterangan kepada awak media saat menggelar rilis terkait praktik penyiksaan di Kantor Kontras, Jakarta, Senin (13/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Hukum dan HAM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Arif Nur Fikri, mengatakan aparat hukum semakin terbuka dalam mempraktikkan kekerasan kepada tahanan. Menurut catatan Kontras, praktik penyiksaan paling banyak dilakukan oleh aparat kepolisian.

Menurut Arif, dalam beberapa bulan terakhir pihaknya telah mendapatkan enam pengaduan terkait penyiksaan kepada tahanan yang diduga dilakukan oleh aparat penegak hukum. Keenamnya terjadi di sel tahanan kepolisian, lembaga pemasyarakatan maupun BNN.

"Pola penyiksaan kepada tahanan berubah menjadi lebih terbuka. Beberapa tahun lalu biasanya tersangka ditangkap, diinterogasi kemudian dengan alasan tertentu aparat menembak yang bersangkutan, Sementara metode penyiksaan saat ini lebih terbuka di mana tahanan disiksa di dalam sel tahanan dan disaksikan oleh beberapa tahanan lain," ujar Arif di Kantor Kontras, Kwitang, Jakarta Pusat, Selasa (13/2).

Keterbukaan praktik penyiksaan ini, kata Arif, dipengaruhi keinginan aparat untuk mempercepat proses penyidikan. Contoh penyiksaan secara terbuka diduga terjadi pada kasus kematian tersangka Afriadi Pratama yang melibatkan anggota Polres Meranti, Riau. Almarhum Afriadi yang sebelumnya berkelahi dengan dengan anggota Polres Meranti, Adil S Tambunan hingga tewas, diduga mengalami penyiksaan ketika berada di RSUD Meranti. Menurut penelusuran KontraS, Afriadi mengalami kekerasan oleh kepolisian dengan disaksikan tenaga medis rumah sakit.

Dia melanjutkan, lima kasus lain yang melibatkan aparat yakni kasus kematian almarhum Sutrisno yang tewas pada 26 Februari 2017 akibat tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh anggota Polres Sigi, Sulawesi Tengah, kasus penyiksaan  Amsal Marandof, yang diduga dilakukan anggota Lapas Biak, Papua, kasus kematian almarhum Asep Sunandar yang diduga dilakukan oleh anggota Polres Cianjur, kasus kematian almarhum Laode Nopiandi akibat penyiksaan yang diduga dilakukan oleh anggota BNN Provinsi Kalimantan Timur pada 28 Desember 2016 dan kasus kematian almarhum Marianus Oki akibat praktik penyiksaan yang diduga dilakukan oleh anggota Brimob Polda NTT.

Dari keenam kasus di atas, tutur Arif, tampak anggota kepolisian yang paling banyak melakukan praktik penyiksaan kepada tahanan. KontraS pun menyebut, berdasarkan laporan tindak penyiksaan sejak 2010 hingga 2015, aparat kepolisian paling banyak terlibat dalam praktik penyiksaan. Aparat lain yang juga banyak melakukan penyiksaan adalah petugas lapas dan TNI.

"Dari pantauan dan laporan kepada Kontras, memang penyiksaan paling banyak dilakukan di kepolisian. Sebab, prosespenegakan hukum pertama, dari penyidikan dan proses lain sejak awal hingga menjadi pengaduan itu ada di kepolisian," tambahnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement