REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengkaji persoalan pajak bagi perusahaan kelapa sawit yang menjalankan aktivitas perkebunannya di hutan produksi. Sebab, sesuai aturan yang berlaku, hutan produksi tak boleh dialihfungsikan menjadi perkebunan.
"Sekarang yang mau diluruskan bagaimana pajak mau diterapkan kepada mereka sedangkan mereka dianggap melakukan akivitas yang di luar aturan," ujar Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang, usai mendampingi Menteri Pertanian Amran Sulaiman berdiskusi dengan pimpinan KPK, Senin (13/3).
Pajak yang dimaksud berkaitan dengan pajak ekspor serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Bambang menduga, selama ini perusahaan tidak membayar pajak mereka secara penuh.
Lebih lanjut, ia menyebut ada 2,7 juta hektare kebun sawit yang terindikasi berada di area hutan produksi. Sekitar 1 juta perkebunan sawit dimiliki oleh perusahaan besar swasta dan 1,7 juta hektare lainnya merupakan perkebunan rakyat. Dari total 2,7 juta hektare kebun sawit tersebut, ada yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan ada pula yang dimiliki oleh masyarakat.
"Nant hasil kajan dari Litbang KPK akan menjadi masukan untuk menyelesaikan masalah ini," ucap Bambang, sambil menambahkan bahwa pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.