Senin 13 Mar 2017 21:43 WIB

Panwaslu Turunkan 79 Spanduk Provokatif di Jakarta Selatan

Rep: Muhyiddin/ Red: Andi Nur Aminah
Pengendara melintas di depan spanduk himbawan kepada masyarakat untuk tidak menolak dan mengahalangi kampanye Cagub dan Cawagub DKI Jakarta, Rabu (18/1).
Foto: Republika/Prayogi
Pengendara melintas di depan spanduk himbawan kepada masyarakat untuk tidak menolak dan mengahalangi kampanye Cagub dan Cawagub DKI Jakarta, Rabu (18/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panwaslu Kota Jakarta Selatan menurunkan 79 spanduk provokatif di 10 kecamatan yang ada di Jakarta Selatan. Hal ini dilakukan untuk melancarkan Pilkada DKI Jakarta putaran kedua yang akan digelar 19 April 2017.

Ketua Panwaslu Kota Jakarta Selatan Ari Mashuri mengatakan, isi spanduk tersebut umumnya bertuliskan larangan menshalatkan jenazah dan pelarangan untuk tidak memilih pemimpin yang tak seiman. Menurutnya, spanduk yang juga ada berisi SARA itu tersebar di sejumlah titik, seperti di jalanan, permukiman warga, dan pintu gerbang tempat ibadah. Spanduk bernada provokatif itu kebanyakan di wilayah Kebayoran Lama, Setiabudi, Jagakarsa, dan Mampang.

"Sudah ada 79 spanduk yang sudah kami amankan. Kita turunkan bersama tokoh masyarakat, Satpol PP, dan polisi, lalu diserahkan ke Satpol PP untuk disita," ujarnya pada wartawan di kantor Panwaslu Jaksel, Pancoran, Jaksel, Senin (13/3).

Ia menuturkan, akibat adanya spanduk-spanduk provokatif tersebut akhirnya muncul beberapa kasus yang menimbulkan kesalahpamahan di antara warga. Salah satunya, Ari menyebut, seperti kasus yang terjadi di Kelurahan Pondok Pinang, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada Kamis (9/3).

"Salah satunya seperti di kasus RT 05/02, Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan kemarin. Ada orang meninggal lalu ada penolakan, di situ juga ditemukan surat pernyataan pada keluarga yang meninggal (untuk memilih paslon tertentu)," ucapnya.

Menurutnya, di Pondok Pinang itu dialami oleh warga yang bernama Siti Rohbaniah (74) saat meninggal karena sakit. Saat itu, pengurus tempat ibadah di Pondok Pinang enggan menshalatkan jenazahnya karena dianggap telah mendukung paslon tertentu.

Dia mengatakan Panwaslu sudah meminta keterangan keluarga korban dan dikatakan kalau pemaksaan untuk memilih paslon tertentu memanglah benar adanya. "Nah surat pemaksaan itu sudah kami sita sebagai barang bukti. Kami juga akan minta keterangan lagi dari keluarga korban dan Ketua RT 05/02 (Makmun Ahyar) soal itu," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement