Senin 13 Mar 2017 22:29 WIB

Rekonstruksi Kasus Diksar, Orang Tua Korban: Mereka Sadis Sekali

Rep: Adrian Saputra/ Red: Andi Nur Aminah
Peran pengganti tersangka, memperagakan adegan kekerasan terhadap peserta pada rekonstruksi Diksar Mapala UNISI Universitas Islam Indonesia (UII) di desa Tlogodringo, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah, Senin (13/3).
Foto: Antara/Mohammad Ayudha
Peran pengganti tersangka, memperagakan adegan kekerasan terhadap peserta pada rekonstruksi Diksar Mapala UNISI Universitas Islam Indonesia (UII) di desa Tlogodringo, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah, Senin (13/3).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO --- Salah satu orang tua korban meninggal dalam pelaksanaan pendidikan dasar (Diksar) Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Universitas Islam Indonesia (UII) kecewa lantaran polisi tak menghadirkan tersangka dalam rekonstruksi kasus dugaan tindak kekerasan dalam kegiatan tersebut. "Saya menyesalkan, saya ingin melihat para pelaku secara langsung melaihat wajah mereka, kenapa pakai pengganti, saya kecewa. Nanti kami kembalikan ke penasihat hukum," tutur Syafi'i di sela-sela menyaksikan rekonstruksi kasus yang merenggut nyawa anaknya Ilham Nur Padmy Listiadin pada Senin (13/3).

Polisi memang tak menghadirkan dua tersangka dalam rekonstruksi tersebut. Kasat Reskrim Polres Karanganyar, AKP Rohmat Ashari mengungkapkan hal tersebut bertujuan agar peserta dapat dengan leluasa menjelaskan setiap kejadian dalam rekonstruksi.

Dalam rekonstruksi, polisi menghadirkan 37 peserta diksar Mapala UII. Selain itu juga hadir kuasa hukum dari peserta, kuasa hukum dari panitia, dan jaksa.

Dalam rekonstruksi tersebut memuat 55 adegan yang berlangsung di tiga titik yakni Nguncup, Mrutu dan Watu Lumbung. Kendati demikian, dalam pelaksanaan rekonstruksi, hanya satu lokasi yang menjadi tempat berlangsungnya reka adegan. Hal ini dikarenakan jarak dan cuaca yang tidak mendukung. "Saya ingin seberapa seramnya wajah dia, seperti apa pendidikan mereka apa di didik dengan kejahiliyahan," tutur Syafi'i.

Syafi'i yang menyaksikan setiap adegan yang memuat tindak kekerasan dalam pelaksanaan diksar tersebut mengaku miris dengan perlakuan yang diterima oleh peserta diksar. Dia juga meminta agar UII menghapus Mapala dalam ekstrakurikuler kampus.

(Baca Juga: Terungkap dalam Rekonstruksi, Korban Diksar Mapala UII Dipukul di Jantung)

Dalam pelaksanaan rekonstruksi, kedua tersangka yang diperankan oleh polisi berkali-kali melakukan tindak kekerasan kepada peserta diksar Mapala UII. Misalnya saja pada adegan ketiga, dimana tersangka Angga menampar dan memukul dada dan perut Muhammad Fadli, salah satu korban meninggal sebanyak tiga kali. Tersangka lainnya, Wahyudi juga melakukan tindak kekerasan dengan menyabet punggung, dada dan kaki Fadli dengan menggunakan dahan pohon.

Selain itu, Syait Asyam korban meninggal yang juga perannya digantikan polisi  mendapatkan pukulan di jantung. Korban juga mendapat tendangan di bagian perut. Tersangka juga membanting tubuh peserta diksar lainnya yakni Muhammad Kadar dan Hafiz hingga tersungkur ke tanah.

"Sangat miris dan itu sangat kejam dan itu sangat sadis sekali, itu yang saya lihat sangat jahat. Semoga bisa dihukum dengan hukuman mati. Seharusnya di dunia pendidikan tidak ada lagi kekerasan, tetapi kenapa di UII masih ada kekerasan. Seperti jahiliyah, seperti PKI masih dilakukan. Jangan ada lagi Mapala di UII hapus untuk selamanya," kata dia.

Untuk diketahui Diksar Mapala UII berujung dengan meninggalnya tiga orang peserta yakni Muhammad Fadli, Sayit Asyam dan Ilham Nur Padmy Listiadin. Selang beberapa hari, polisi menangkap dan menetapkan tersangka dua panitia Diksar Mapa UII yakni Wahyudi dan Anga Septiawan yang diduga melakukan tindak kekerasan dalam pelaksanaan diksar. Kendati demikian, polisi masih mendalami kasus tersebut untuk menetapkan tersangka baru.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement