Selasa 14 Mar 2017 08:39 WIB

Pakar HAM PBB Takut Myanmar Berusaha Hapus Rohingya

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Indira Rezkisari
Militer Myanmar di negara bagian Rakhine yang merupakan wilayah Muslim Rohingya tinggal.
Foto: AP Photo
Militer Myanmar di negara bagian Rakhine yang merupakan wilayah Muslim Rohingya tinggal.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Pakar HAM PBB mencurigai Myanmar menggunakan cara-cara birokrasi untuk menyingkirkan minoritas Muslim Rohingya. Hal itu dilakukan usai tindakan keras militernya, telah memicu kecaman dunia internasional.

Pelapor Khusus PBB di Myanmar, Yanghee Lee, mengatakan kepada Dewan HAM PBB kalau Myanmar masih membuat kehidupan Muslim Rohingya sulit. Itu dilakukan dengan membongkar rumah-rumah, dan melakukan survei rumah tangga. 

"Melakukan surevei rumah tangga, menunjukkan pemerintah (Myanmar) mungkin mencoba mengusir penduduk Rohingnya, saya sangat berharap ini tidak terjadi," kata Lee seperti dilansir Arab News, Selasa (14/3).

Ia mengaku, telah mendengar banyak pengakuan mengerikan mulai dari pemenggalan sampai penembakan secara asal. Selain itu, ada laporan seperti orang-orang yang diikat di dalam rumah, pembakaran pemuda, pemerkosaan dan kekerasan sekusal lainnya.

Lee sendiri mengunjungi Myanmar dua kali selama satu tahun terakhir, termasuk ke negara bagian Rakhine. Tapi, ia mendapat pelarangan pada detik-detik terkahir di negara bagian Kachin, daerah yang tidak ada kekerasan etnis terjadi.

"Saya harus mengakui kalau ada saat-saat saya mempertanyakan atas keseriusan kerjasama yang ada," ujar Lee ke Dewan HAM PBB.

Namun, Duta Besar Myanmar Htin Lynn, berdalih tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan belum terverifikasi dan sepihak. Ia merasa, operasi keamanan militer di Rakhine telah dihentikan dan jam malam telah berkurang sejak awal bulan ini.

"Situasi di negara bagian Rakhine sangat rumit, dengan demikian menghasilkan jawaban yang rumit pula, serta membutuhkan pemahaman yang lebih besar dari masyarakat internasional," kata Lynn.

Meski begitu, Lee menekankan jumlah tahanan politik Myanmar telah meningkat dua kali lipat menjadi 170 orang. Kepala HAM PBB Zeid Ra'ad Al Hussein menegaskan, Rohingnya masuk ke penyelidikan PBB dan ditangani Mahkamah Pidana Internasional.

Sayangnya, kemungkinan besar Myanmar tidak akan menghadapi pengawasan internasional karena resolusi Dewan HAM yang disusun Uni Eropa. Pasalnya, resolusi itu akan membiarkan Myanmar sebagai negara melakukan penyelidikan sendiri.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement