REPUBLIKA.CO.ID, KUTA -- Rencana pengembangan kawasan real estate Donald Trump di Bali menghadapi penolakan dari penduduk setempat. Beberapa dari penduduk menolak menjual tanah mereka untuk presiden AS yang menjadi mitra bisnis pengusaha Indonesia itu.
Para pemilik tanah mengatakan, mereka tidak menemukan kesepakatan harga yang cocok. Kepala Lingkungan Enjung Pura, Nyoman Madya, mengatakan pihak pengembang banyak yang telah mendatangi penduduk di beberapa desa dan memberikan penawaran harga di bawah pasar. "Hampir tidak ada orang yang ingin menjual tanah mereka. Mereka tidak bisa menyepakati harga," kata Madya.
Dia mengatakan, pemilik tanah ingin harga Rp 500 juta per 100 meter persegi. Namun, mereka hanya ditawarkan antara Rp 100 juta sampai Rp 150 juta per 100 meter persegi.
Menurut Madya, daerahnya, telah menjadi target pengembang selama puluhan tahun. Oleh karena itu warga desa setempat benar-benar menyadari tanah mereka sangat mahal dan berharga.
"Dahulu, ketika mereka ingin membeli tanah, kami harus menjualnya ketika mereka mencari berhektar-hektar tanah. Tapi ketika perusahaan ini mencari tanah untuk dibeli, mereka tidak bisa lagi memaksa kami. Kami telah berpengalaman," ujarnya seperti dikutip media Australia, ABC.
Baca juga, Donald Trump: Hary Tanoe dan Proyek Besar di Indonesia.
Wayan Renri, warga setempat, mengatakan ia telah mendengar bahwa Presiden AS menginginkan tanah seluas tiga kilometer dari sisi laut dengan harga murah. Namun, masalahnya bukan hanya karena tidak adanya kesepakatan harga.
Sementara Nyoman Sudina Dari Desa Nyanyi yang rumahnnya berbatasan langsung dengan Nirwana resort menuturkan, para pengembang telah membeli ladang di sekitar tempat tinggal ia. Namun tidak tanah miliknya.
"Saya tidak menjual tanah ini. Jika mereka ingin menyewanya mereka bisa. Ini satu-satunya properti yang kami miliki, ini warisan," kata Sudina.