Selasa 14 Mar 2017 23:45 WIB

Penjual Satwa Dilindungi Pura-Pura Gila demi Lepas dari Hukum

Rep: Issha Harruma/ Red: Karta Raharja Ucu
Satwa yang dilindungi (ilustrasi).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Satwa yang dilindungi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Ada-ada saja kelakuan Budi alias Akheng (34 tahun). Terdakwa kasus perdagangan satwa liar yang dilindungi pemerintah tersebut berpura-pura gila demi lepas dari jeratan hukum. Sayangnya, usaha Akheng gagal, lantara Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak mempercayai aktingnya sehingga ia pun tertap dituntut kurungan tiga tahun dan enam bulan penjara.

Sidang dengan agenda tuntutan terhadap Akheng tersebut digelar di Pengadilan Negeri Medan Selasa (14/3). JPU dari Kejati Sumut menilai Akheng terbukti telah melakukan perdagangan bagian satwa liar dilindungi.

"Meminta majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini untuk menjatuhkan hukuman kepada terdakwa dengan hukuman penjara selama tiga tahun dan enam bulan," kata JPU Debora Sabarita di hadapan majelis hakim yang diketuai Jhony Siahaan.

Selain hukuman penjara, jaksa juga meminta majelis hakim mewajibkan terdakwa membayar denda sebesar Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan penjara.‎ JPU menilai, terdakwa Akheng telah bersalah melanggar Pasal 21 Ayat 2 huruf d jo Pasal 40 Ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Usai mendengarkan tuntutan JPU, majelis hakim menunda sidang hingga Selasa (21/3). Sidang selanjutnya beragendakan mendengar pembelaan terdakwa atau pledoi.

Usai sidang, JPU Debora mengatakan, terdakwa berpura-pura mengalami gangguan jiwa saat menjalani persidangan. Dia pun sempat diantarkan ke rumah sakit jiwa lantaran dinyatakan tidak layak mengikuti persidangan karena mengalami gangguan kejiwaan.

Terdakwa kembali disidangan setelah pihak rumah sakit menyatakan kondisi terdakwa layak mengikuti persidangan. Hasil pemeriksaan laboratorium Akeng pun semakin memberatkan keadaannya.

"Dari hasil pemeriksaan laboratorium, Akeng dinyatakan positif mengonsumsi narkoba jenis sabu. Hasil laboratorium juga menyatakan dia tidak ada gangguan mental. Hal itulah yang membuat pemberatan dalam tuntutan," kata Debora.

Dalam perkara ini, dua terdakwa lain telah divonis, yakni Edy Murdani alias Edi, warga Jl Puskesmas, Medan Sunggal dan Sunandar alias Asai (61), warga Jl Brigjen Katamso, Medan Maimun. Majelis hakim menghukum keduanya dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan.

Bersama Budi alias Akheng, warga Jl Berlian Sari, Medan Johor, ketiganya didakwa terlibat dalam penjualan kulit harimau, alat kelamin rusa, sisik trenggiling, dan bagian tubuh hewan dilindungi lainnya.

Dalam dakwaannya, Debora menyatakan, ketiga terdakwa ditangkap personel Polda Sumut pada Senin (17/10/2016). Penangkapan itu berawal dari informasi adanya kegiatan jual beli kulit harimau. Petugas pun melakukan undercover buy atau berpura-pura ingin membeli barang ilegal itu dan menghubungi penjual bernama Edy Murdani alias Edi.

Edi dan petugas yang menyamar kemudian menyepakati harga jual kulit harimau sebesar Rp70 juta. Transaksi dilakukan di salah satu kamar di Hotel Madani, Medan. Edi lalu diringkus saat transaksi berlangsung.

Dari dalam mobil Toyota Avanza BK 1044 QO yang dikendarai Edi, petugas juga menemukan tiga kilogram kulit trenggiling. Bagian satwa dilindungi tersebut rencananya akan dijual dengan harga Rp 7 juta per kilogram.

Kepada petugas, Edi mengaku sering menjual bagian tubuh satwa dilindungi kepada Budi alias Akheng dan Sunandar alias Asai. Keduanya kemudian ditangkap di lokasi dan waktu yang berbeda.

"Dari tangan ketiganya petugas menyita kulit harimau dalam keadaan basah dengan ciri-ciri kulit berwarna loreng kuning, tiga kilogram sisik trenggiling yang dimasukkan dalam plastik, kelamin rusa jantan, kulit ular, dan tempurung kura-kura," kata Debora.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement