REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM -- Geert Wilders, kandidat perdana menteri Belanda dari sayap kanan yang juga pemimpin Partai Kebebasan (PVV) dinilai oleh Time sulit untuk memenangkan pemilihan, Rabu (15/3). Ia terbentur oleh sistem pemilihan yang berlaku di Belanda.
PVV mungkin bisa terdaftar dalam surat suara, namun sulit untuk memenangkan pemilihan. Hal ini karena Belanda memiliki sistem voting proporsional, di mana kursi parlemen didistribusikan oleh proporsi total suara.
Partai Wilders dianggap sangat tidak mungkin untuk mendapatkan mayoritas yang dibutuhkan yaitu 75 kursi agar bisa membentuk pemerintahan, dan menjadikannya sebagai Perdana Menteri. Mengingat partai besar di sayap kiri atau kanan telah bersumpah untuk tidak bergabung dalam koalisi.
Meskipun demikian, Wilders telah memiliki dampak yang besar pada kompetisi ini. Dia mungkin tidak menjadi Perdana Menteri, tapi beberapa ungkapan kontroversialnya telah membantu memiringkan Belanda ke arah yang lebih nasionalis.
Sebuah lembaga poling Peil.nl mengatakan kepada Bloomberg, bahwa masyarakat Belanda takut akan terkena efek Trump jika memilih Wilders. Wilders memiliki perangai dan kebijakan yang mirip dengan Presiden Amerika Serikat tersebut.
Sementara itu, lawan kuatnya berasal dari sayap kiri Mark Rutte yang kini menduduki kursi Perdana Menteri. Ia dikenal sebagai politisi liberal dari Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi.
Rutte juga telah menerbitkan sebuah surat terbuka atas jawaban sentimen anti-imigran Wilders. Ia menasihati imigran untuk menerima budaya Belanda.
Baca juga, Ormas Muslim Belanda Kecam Geert Wilders.