REPUBLIKA.CO.ID, PARIS — Selama lebih dari satu dekade terakhir, pantai utara Prancis telah menjadi magnet bagi para pengungsi dan imigran yang hendak berusaha untuk mencapai Inggris. Namun, selama itu pula pihak berwenang di negeri Napoleon berulang kali menghancurkan kamp-kamp pengungsi yang terdapat di wilayah negara mereka.
Rabu (15/3) kemarin, pemerintah Prancis mengumumkan bahwa aparat keamanan mereka akan kembali membongkar kamp imigran di Grande-Synthe. Lokasi kamp tersebut berdekatan dengan Pelabuhan Dunkirk di pantai utara Prancis.
Menurut catatan, jumlah pengungsi yang menghuni kamp Grande-Synthe saat ini telah membengkak menjadi 1.500 orang, sejak Oktober 2016. “(Keberadaan kamp pengungsi) ini dapat menggangu ketertiban umum,” ujar Menteri Dalam Negeri Prancis, Bruno Le Roux, seperti dikutip World Bulletin, Rabu (15/3).
Dia tidak memberi tahu kapan persisnya kamp imigran di Grande-Synthe akan dieksekusi oleh aparat keamanan Prancis. Le Roux hanya menyebut bahwa pembongkaran kamp tersebut akan dilakukan sesegera mungkin.
“Kami tidak bisa membiarkan hal-hal seperti ini terjadi terus-menerus.”
Kamp Grande-Synthe saat ini diisi oleh imigran Kurdi. Kamp itu dibangun oleh kelompok aktivis kemanusiaan bernama Doctors Without Borders (MSF) alias Dokter Tanpa Batas. Organisasi itu memang memfokuskan kegiatannya untuk memberi bantuan tempat bernaung sementara bagi para pengungsi yang lari dari negara asal mereka akibat konflik.
Selama ini, MSF mengumpulkan para imigran di sepanjang pantai utara Prancis, lalu berusaha membantu mereka menyeberang ke Inggris. Pemerintah Prancis pun telah menyatakan tekadnya untuk menghentikan kemunculan kamp-kamp lain di kawasan pesisir tersebut.