REPUBLIKA.CO.ID, WINA — Salah satu lembaga pendidikan swasta di Austria, BFI, baru-baru ini mengeluarkan larangan bagi seluruh karyawannya mengenakan atribut atau simbol-simbol keagamaan di kampus. Larangan itu menyusul keputusan Pengadilan Tinggi Uni Eropa yang membolehkan perusahaan-perusahaan swasta di Benua Biru untuk melarang pegawai mereka menampilkan simbol keagamaan tertentu di lingkungan tempat kerja, termasuk jilbab.
Dalam sebuah wawancara dengan media lokal, manajemen BFI berdalih larangan mengenakan atribut keagamaan terhadap para karyawan di lembaga itu sebagai bentuk ‘kepatuhan’ mereka terhadap nilai-nilai Barat. BFI sendiri saat ini tercatat memiliki belasan perguruan tinggi kejuruan di seluruh Austria.
“Setiap orang yang bekerja di lembaga ini harus mentransfer budaya dan nilai-nilai Barat tanpa kesalahpahaman. Oleh karena itu, para pendidik di sini harus bekerja dengan mengenakan busana Barat,” ujar pimpinan eksekutif BFI, Wilhelm Techt, kepada surat kabar Kleine Zeitung, kemarin.
Dia mengatakan, sekarang ini ada sekira seribu mahasiswa berstatus imigran pencari suaka yang menjalani studinya di BFI. Sementara, untuk menopang kegiatan pendidikannya, lembaga tersebut mempekerjakan 430 staf pengajar.
Meski larangan pengenaan simbol-simbol keagamaan di BFI diberlakukan bagi semua agama, sebagian kalangan menilai kebijakan itu tidak lebih dari bentuk serangan langsung terhadap perempuan Muslimah yang mengenakan jilbab.
Pimpian Masyarakat Islam Austria, Ibrahim Olgun mengatakan, keputusan kontroversial oleh BFI kali ini akan mengurangi jumlah perempuan Muslimah yang bekerja di lembaga tersebut. “Akan ada diskriminasi serius terhadap Muslimah. Dan kami melihat hal itu pada larangan yang dibuat BFI,” kata dia.