REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Ternyata jauh lebih murah bagi pemerintah untuk menyediakan perumahan layak huni dibandingkan membiarkan para tunawisma tidur di jalanan. Demikian terungkap dalam laporan penelitian yang diselenggarakan oleh University of Melbourne.
Untuk pertama kalinya, biaya untuk seorang tunawisma di Melbourne dihitung mencapai 25.615 dolar AS (sekitar Rp 250 juta) pertahun, meliputi kesehatan, kejahatan dan faktor-faktor lain. Penghitungan dilakukan lembaga riset SGS Economics and Planning.
Jika jumlah tunawisma senegara bagian Victoria mencapai 7.600 orang, maka biaya tahunan mencapai 194 juta dolar AS.
Meskipun proyeksi biaya membangun kamar tidur darurat mencapai 60 ribu dolar AS per unit, para ekonom menghitung investasi tersebut akan menghasilkan penghematan 10.800 dolar AS per tahun jika dihitung selama 20 tahun.
Penulis laporan penelitian itu, Ellen Witte, percaya temuan ini harus mendorong investasi pemerintah dalam akomodasi darurat untuk tunawisma.
"Kami berharap hal ini akan memperjelas kepada Pemerintah bahwa jika kita membuat tempat berlindung bagi orang, maka permintaan emergensi akan lebih rendah dan berdampak pada layanan darurat, pada kesehatan, pada kepolisian karena akan terjadi pengurangan kejahatan dan, tak terkecuali, akan meningkatkan kualitas hidup yang bersangkutan," katanya.
Mengeluarkan tunawisma dari jalanan dihitung memiliki manfaat ekonomi perorang berikut ini:
Sumber: SGS Economics and Planning
Laporan ini menyebutkan investasi dalam perumahan layak huni memiliki rasio cost-benefit 2,7. Artinya, untuk setiap $ 1 yang dikeluarkan akan menghasilkan 2,70 dolar AS nilai manfaat selama periode 20 tahun. Perumahan layak huni terdiri atas ruangan yang layak dan rumah kos, akomodasi darurat dan serta perumahan transisi.
Jumlah tunawisma yang tidur di berbagai pojok Kota Melbourne meningkat 70 persen sejak 2014, dan selama periode yang sama jumlah tempat tidur yang tersedia untuk tunawisma juga anjlok.
Sebuah survei mengenai gelandangan pada tahun 2016 menemukan 247 orang tidur di jalan-jalan Melbourne dibandingkan dengan 142 orang pada tahun 2014. Dalam empat tahun terakhir, 460 tempat tidur telah berkurang dari akomodasi darurat karena bagunan direnovasi untuk menarik keuntungan dari booming perumahan.
Sebanyak 110 tempat tidur lainnya juga akan segera hilang - termasuk 80 buah di Hotel Gatwick di daerah St Kilda.
Sherri Brounhout dari Melbourne City Mission menyebut laporan penelitian ini merupakan perkembangan yang signifikan karena bisa menghitung nilai uang dari kehidupan gelandangan.
"Kita sudah lama mengetahi tunawisma memiliki dampak besar pada individu dan masyarakat. Tapi dengan menghitung nilai uang dan membuatnya bisa dimenegerti... jelas merupakan hal penting," katanya.
Menteri Perumahan Victoria, Martin Foley juga menyambut baik laporan itu, tetapi mengatakan hal itu tidak mengejutkan. "Kita tahu bahwa setiap dolar yang diinvestasikan adalah uang yang akan diperuntukkan bagi kesehatan, hukum dan sistem penjara," katanya.
"Kami menyambut apa pun yang turut mengukur apa yang harus dikerjakan bukan hanya secara sosial, tapi juga secara ekonomi," katanya.
Foley mengatakan laporan itu memperkuat keputusan Pemerintah Victoria untuk menghabiskan $ 30 juta selama tiga tahun dalam memperbaiki rumah-rumah kos yang dikelola pemerintah.
"Kami melihat laporan ini sebagai dukungan bagi investasi 646 juta dolar AS tahun lalu dalam perumahan dan dukungan untuk tunawisma," katanya.
Diterbitkan Pukul 13:00 AEST 16 Maret 2017 oleh Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris.