REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, negara dan agama memiliki hubungan yang rekat dan saling membutuhkan satu sama lain. Tak seperti negara lain, Indonesia merupakan negara yang tak bisa memisahkan diri dari nilai agama.
Hal ini menjadikan Indonesia memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan negara lain. "Kekhasan kita sebagai bangsa, terkait relasi dengan agama yang akan mempengaruhi cara pandang kita dan strategi solusi dalam menyikapi persoalan itu. Relasi antara agama dengan negara itu dua macam, simbiosis mutualism, saling membutuhkan sebenarnya," ujar Lukman di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (16/3).
Ia menjelaskan, negara juga memerlukan religiusitas sehingga tidak menjadi negara sekuler. Sedangkan, agama juga membutuhkan negara sehingga dapat mendapatkan fasilitas dari pemerintah untuk menyebarkan ajaran keagamaan.
Selain itu, negara dan agama juga dibutuhkan untuk saling mengimbangi dan memberikan pengawasan. Negara dan penyelenggara negara, kata dia, membutuhkan agama agar jalannya pemerintahan dapat terkontrol dengan baik sesuai dengan konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan juga ketentuan masyarakat.
"Di sisi lain agama juga perlu kontrol dari negara. Negara perlu hadir untuk mengontrol agar yang mayoritas tidak menjadi tiran," kata Lukman.
Kendati demikian, hubungan antara negara dan agama bersifat dinamis dan fluktuatif. Hal ini tergantung dari aktor dan penyelenggara negara serta peran rohaniawan. Menurut dia, apabila para aktor tersebut memiliki pemahaman yang baik, maka akan mendorong kehidupan beragama yang lebih baik. Begitu juga sebaliknya.
Lukman bersyukur, Indonesia sebagai negara yang majemuk dapat menjaga kerukunan antar umat beragama. Meskipun begitu, ia juga tak memungkiri jika masih terdapat persoalan dalam kebebasan beragama dan berkeyakinan yang muncul di dalam masyarakat.