Kamis 16 Mar 2017 23:59 WIB

Penguasa Dunia Islam Juga Bentuk Kelompok Kajian Ilmu

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Agung Sasongko
Abu Nawas dan Khalifah Harun Ar-Rasyid (ilustrasi).
Foto: d-scene.blogspot.com
Abu Nawas dan Khalifah Harun Ar-Rasyid (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Kelompok kajian tak dimonopoli para cendekiawan. Banyak penguasa yang juga membentuk kelompok kajian. Misalnya, Yaqub Ibnu Killis. Ia adalah perdana menteri dari Dinasti Fatimiyah yang saat itu dipimpin Khalifah Al Aziz dan berkuasa pada 975 hingga 996 Masehi.

Kelompok kajian Ibnu Killis menjadi yang paling prestisius pada masanya. Pada awalnya, ia adalah seorang Yahudi, kemudian memeluk Islam. Ia juga dikenal banyak belajar dan menulis sejumlah karya penting untuk dibacakan di depan anggota kelompok kajiannya setiap Jumat.

Kegiatan tersebut diselenggarakan di istananya dan dihadiri oleh hakim agung istana, ahli fikih, ahli Alquran, ataupun mereka yang menguasai sastra. Setelah pembacaan karya-karya dan diskusi, para penyair akan membacakan syiar-syair mereka yang indah.

Ibnu Killis juga mempekerjakan seorang ahli kaligrafi untuk membuat salinan Alquran. Di sisi lain, ada pula penyalin yang ia pekerjakan untuk menyalin buku-buku dalam bidang sastra, agama, maupun kedokteran.

Lalu, ahli kaligrafi dan penyalin buku itu menyusun hasil salinannya sesuai perintah Ibnu Killis. Dalam interaksinya dengan para ilmuwan, perdana menteri ini dikenal sebagai seorang yang dermawan kepada mereka.

Perdana Menteri Ibnu Hubayrah melakukan langkah yang sama. Ia adalah perdana menteri pada masa Khalifah Al Nashir dari Dinasti Abbasiyah yang bermazhab Hanbali dan berkuasa pada 1180 Masehi. Kelompok kajian yang ia dirikan banyak dikunjungi cendekiawan di bidang agama.

Seorang dokter dan budayawan yang masyhur pada masa itu, Abu Ja'far Al Dzarah, dikenal sebagai salah satu anggota klub tersebut. Kelompok kajian serupa berdiri di Spanyol. Pendirinya adalah para khalifah yang memang memiliki ketertarikan dengan ilmu pengetahuan.

Kelompok kajian ini dijadikan khalifah sebagai tempat berdiskusi berbagai macam topik ilmiah maupun budaya. Secara khusus, khalifah tak jarang mengundang sejumlah ahli sastra, biografi, dan kedokteran untuk melakukan diskusi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement