REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kurator seni rupa dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Mikke Susanto mengatakan sosok Raden Ajeng (RA) Kartini merupakan pemantik agar masyarakat berkarya dalam hidupnya.
"Kartini itu hanya pemantik, karena sesungguhnya pada masa prasejarah banyak yang sudah berkarya seni," ujar Mikke dalam peluncuran Lomba Cipta Karya (Tekstil dan Kayu) di Jakarta, Jumat (17/3).
Pada masa prasejarah para perempuan sudah melakukan karya seni ketika pasangannya pergi berburu, dengan menciptakan berbagai karya seperti kalung dari berbagai hasil alam. Menurut dia, segala sesuatu yang dihasilkan kaum perempuan memiliki makna. Kebetulan secara kebudayaan, Kartini menghasilkan hasil karya tidak hanya buku tetapi juga batik tetapi juga menjadi model sebuah foto yang dipublikasikan fotografer Belanda.
"Bulan April identik dengan bulannya Kartini. Kalau tidak berkarya, maka kita tidak dianggap sebagai manusia."
Sementara itu, Direktur Kesenian Ditjen Kebudayaan Kemdikbud, Restu Gunawan, mengatakan Kartini bisa dikenal karena semua karyanya dibukukan dengan baik. Berbeda dengan pejuang perempuan lain di Tanah Air yang bahkan memiliki peran lebih besar dibandingkan Kartini.
"Hingga 1930, buku surat menyurat Kartini yang dibukukan JH Abendanon telah terbit sebanyak 10 kali," kata Restu. Kartini juga tak hanya berkirim surat, tetapi juga melampirkan contoh batik serta ukiran Jepara pada proses surat-menyurat tersebut.
Lomba cipta kriya tersebut terbuka bagi seluruh warga Indonesia, media dan teknik karya bebas, peserta harus mengirimkan data (karya, visual, foto), dan dapat mengajukan karya. Batas akhir pengumpulan data karya pada 15 April 2017. Pengiriman data karya bisa melalui [email protected] dan pengiriman karya asli ke Museum RA Kartini Jalan Alun-alun No 1 Panggang, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah 59411.