REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti menyebut partai politik tidak memiliki kultur berdemokrasi. Komentar tersebut merujuk pada sikap anggota legislatif yang kerap mengusulkan revisi UU pemilu.
"Yang ribut-ribut partai politik, publiknya biasa saja. Kultur berdemokrasi kita nggak ada. Studi banding ke mana-mana, hasilnya itu-itu saja," kata dia dalam diskusi bertema 'Sistem Buka-Tutup Pemilu'di Jakarta, Sabtu (18/3).
Menurut Ray, persoalan pemilihan umum di Indonesia hanya masalah yang terus berulang setiap tahun. Ia menilai, hal itu karena tidak adanya kultur berdemokrasi yang dibangun. Ia mencontohkan, apabila ada masalah, yang disalahkan adalah sistemnya. Kemudian, para politisi akan mengelukan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sedikit liberal.
Ray menyebut, tidak adanya kultur berdemokrasi di Indonesia menyebabkan tidak ada kemajuan apapun dalam dunia perpolitikan di Tanah Air. "Yang kita lakukan selama ini hanya gali lubang tutup lubang dengan kultur yang masih hidup (saat ini)," ujar Ray.
Ia juga menyoroti pencalonan anggota legislatif oleh partai politik. Menurutnya, harus ada ketentuan yang tegas dari parpol dalam menentukan kandidat yang akan menjadi calon anggota legislatif. Sehingga, tidak akan menghasilkan politisi yang 'kosong' dalam kultur demokrasi yang kosong.
"Tak ada dasar berpolitik, nggak ada suara di DPR RI, tapi sibuk di televisi," ujar dia.