REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama saat ini tengah menyusun pedoman bersama ceramah di rumah ibadah. Pedoman ini berisi aturan terkait materi apa yang boleh dan tidak boleh disampaikan oleh para penceramah agama di rumah ibadah.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, bahwa pedoman bersama ini nantinya akan dibahas bersama dengan para tokoh agama. "Proses penyusunannya akan melibatkan semua kalangan, para pemangku kepentingan. Bukan semata melibatkan partisipasi mereka. Tapi merekalah para pemuka dan tokoh agama yang memiliki kompetensi untuk bicara tentang hal ini," ujar Lukman, seperti dikutip dari laman: kemenag.go.id, akhir pekan.
Menurut Lukman, pedoman bersama ini diperlukan agar para pemuka agama mempunyai pemahaman yang sama tentang materi yang boleh dan tidak boleh disampaikan saat ceramah di rumah ibadah. Selain itu, pedoman ini juga bisa menjadi panduan bersama pengelola rumah ibadah dan acuan masyarakat luas.
Dengan demikian, kata Lukman, rumah ibadah diharapkan akan terjaga kesuciaanya dan menjadi tempat yang paling aman dalam mewujudkan kedamaian. Bukan sebaliknya, rumah ibadah menjadi tempat munculnya konflik atau sengketa di antara umat beragama.
"Tokoh agama itu yang menyepakati apa komitmen yang akan dibangun bersama. Kami di Kemenag sebatas memfasilitasi kesepakatan bersama ini lalu kita wadahi dalam bentuk regulasi yang tentu harus mengikat kita semua untuk kita taati bersama," katanya.
Menag mengaku, bahwa penyusunan pedoman bersama tidak terlepas dari masukan dan keluhan dari masyarakat. Menurutnya, setidaknya ada empat hal yang dikeluhkan selama ini.
Keematnya adalah materi ceramah cenderung membesar-besarkan persoalan furuiyyah yang tidak prinsipil sehingga berpotensi menimbulkan sengketa di antara umat beragama. Bahkan, ada juga penceramah yang memperhadapkan persoalan ini pada klaim kebenaran, bahwa yang satu benar dan yang lain salah. Padahal, hal itu, termasuk bukan masalah pokok agama dan terdapat keragaman pandangan ulama di dalamnya.
Kedua, materi ceramah menyalah-nyalahkan umat agama lain. Menag menilai, ceramah yang menyalah-nyalahkan agama tidak dibolehkan. Menurutnya, agama justru menganjurkan bahwa untuk mengatakan bersih, tidak perlu mengatakan orang lain kotor. "Di tengah kemajemukan bangsa, ini menjadi sesuatu yang harus dihindari. Jadi tidak perlu menyalah-nyalahkan agama lain untuk mengatakan kita yang paling benar," ujarnya.
Ketiga, materi ceramah keagamaan yang sudah memasuki wilayah politik praktis. Menurut Menag, diperlukan kesepakatan bersama para tokoh agama, apakah ceramah di rumah ibadah berupa ajakan untuk memilih si A dan larangan memilih si B dengan beragam alasan menjadi bagian dari dakwah atau justru masuk ujaran kebencian yang diskriminatif. "Ini tentu yang harus disepakati bersama," katanya.
Terakhir, keluhan terkait materi ceramah yang menyalah-nyalahkan ideologi negara. Misalnya dengan mengatakan Pancasila sebagai sesuatu yang salah dan harus diperangi, menghormat bendera sebagai perbuatan syirik, dan sejenisnya. "Ini dalam konteks keindonesiaan, menurut hemat saya harus betul-betul dihindari oleh siapapun ketika dia sedang berceramah, apalagi di rumah ibadah," ucapnya.
Lantas apakah pedoman ini akan diberlakukan untuk semua agama? Menag menegaskan bahwa pedoman yang berdasarkan kesepakatan tokoh agama akan berlaku bagi semua agama. "Aturan ini kita buat untuk semua agama, untuk semua rumah ibadah. Karena masyarakat kita adalah masyarakat yang majemuk dan beragam," tegasnya.
Menag berharap, pedoman yang disepakati nantinya bersifat komprehensif dan menyeluruh. Meski harus melalui serangkaian pembahasan bersama dengan semua perwakilan tokoh majelis agama, diharapkan pedoman bersama ini juga bisa segera selesai.
"Kami pemerintah sebatas memfasilitasi apa saja yang menjadi kesepakatan mereka lalu kemudian kita wadahi dalam bentuk regulasi," ujarnya.