REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menyatakan, menjelang pencoblosan final Pilgub DKI, pasangan Anies-Sandi diterpa berita fitnah alias hoax. Menurut dia, perilaku seperti ini bisa terjadi ketika prinsip penghormatan kepada agama dan tokoh agama diabaikan, malah penistaan agama dan permalukan tokoh agama dibiarkan tanpa penghukuman.
"Harusnya polisi turut proaktif dan usut pemalsuan tanda tangan Anies-Sandi," kata Hidayat, di Jakarta, Ahad (19/3).
Ia mengungkapkan, sebagaimana polisi akan usut aktor di balik pembuatan spanduk reaktif tentang tak shalatkan jenazah pendukung penista agama, harusnya polisi juga proaktif usut aktor di balik pemalsuan tanda tangan Anies-Sandi dan penyebaran berita hoax alias fitnah tersebut.
Hal itu, lanjut dia, agar rakyat Jakarta masih percaya bahwa polisi benar-benar mengayomi masyarakat, netral dan tak berpihak, juga agar demokrasi melalui pilgub di Jakarta ini tak berubah jadi democrazy.
''Meskipun fitnah serperti ini insya Allah tak berguna dan berpengaruh papa elektabilitas Anies-Sandi, sebab rakyat Jakarta sudah hafal karena berulangkali Anies-Sandi dilaporkan dan difitnah tapi selalu terbukti bahwa itu hanyalah fitnah alias berita bohong,'' ujarnya.
Menurut dia, fitnah jelas tak positif untuk kembangkan budaya politik beretika dan berkualitas. Fitnah dapat hadirkan pemimpin tak beretika dan berkualitas juga. ''Negara sudah kucurkan triliunan rupiah, jangan sampai hasilnya hanyalah pemimpin rendahan karena didukung oleh proses fitnah dan pelanggaran hukum yang dibiarkan,'' ujarnya.
Sebelumnya, sebuah foto yang menampilkan secarik kertas dengan judul "Akad Kontrak - 'AQD AL ITTIFAQ" beredar di media sosial. Di situ, terdapat tanda tangan yang mengatasnamakan Anies, juga pasangannya, Sandiaga Uno. Juga tandatangan perwakilan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kiai Haji Ismail Yusanto, Forum Umat Isam (FUI) Kiai Haji Muhammad al-Khaththath, dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Muhammad Sidik.