REPUBLIKA.CO.ID,NIGERIA -- Penculikan lebih dari 270 anak perempuan dari sebuah asrama sekolah di Chibok, Nigeria salah satu peristiwa menggegerkan yang terjadi pada April 2014 lalu. Boko Haram dilaporkan mengambil para siswi dan menahan mereka sebagai sandera.
Anak-anak perempuan yang disandera mengalami banyak penderitaan. Sebagian di antara mereka bahkan dilaporkan harus bersedia menjadi istri anggota kelompok militan tersebut, serta difungsikan menjadi senjata untuk melakukan bom bunuh diri.
Setelah tiga tahun berlalu, ada sekitar 21 siswi yang berhasil kabur dari Boko Haram. Namun, sekitar 195 lainnya tetap menjadi sandera dan tidak diketahui keberadaannya hingga saat ini.
"Gadis-gadis ini adalah manusia dan bukan sesuatu yang bisa dilupakan begitu saja. Dunia harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan mereka," ujar seorang gadis yang merupakan mantan korban penculikan Boko Haram, dilansir BBC, Ahad (19/3).
Ia yang menggunakan nama samaran Sa'a itu mengatakan bahwa banyak orang tua dari para siswi yang diculik menderita. Seluruhnya masih menunggu upaya Pemerintah Nigeria untuk membebaskan sandera dan melumpuhkan Boko Haram.
"Bagaimana perasaan Anda jika anak atau istri Anda hilang dalam waktu bukan satu dua hari, namun tiga tahun? Sangat menyakitkan," jelas Sa'a.
Sa'a menceritakan bagaimana upaya ia dan beberapa teman melarikan diri dari penculikan Boko Haram. Ia mencoba keberuntungan saat kelompok itu melakukan serangan di asrama sekolah dan menahan para siswi, termasuk dirinya.
Ketika dibawa menggunakan truk, ia dan seorang teman melompat dari bagian belakang kendaraan itu. Mereka terlempar di hutan dan bersembunyi hingga kemudian meminta bantuan dari seorang pengembala untuk berlindung di tempat yang aman.
Sa'a menuturkan tidak pernah berpikir apa yang akan terjadi jika tidak memberanikan diri melompat dari truk. Ia yakin saat ini dirinya tetap menjadi korban pencilikan Boko Haram.
Karena itulah, ia meminta agar upaya untuk membebaskan para siswi yang diculik tidak dihentikan begitu saja. Perlindungan bagi pelajar lainnya di Nigeria juga harus dilakukan, mengingat mereka dapat menjadi target utama atau mangsa dari kelompok militan.