Ahad 19 Mar 2017 16:31 WIB

MUI: Pedoman Ceramah Jangan Kekang Kebebasan Menyampaikan Ajaran Agama

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agus Yulianto
KH Cholil Nafis
Foto: dok.Pribadi / cholilnafis.tv
KH Cholil Nafis

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pedoman bersama ceramah di rumah ibadah yang sedang disusun Kemenag RI mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyarankan pedoman tersebut nantinya jangan sampai mengekang kebebasan menyampaikan ajaran agama.

Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Cholil Nafis mengatakan, kalau pemerintah memberikan rambu-rambu, etika, dan pedoman berbicara di rumah ibadah, hal tersebut sah-sah saja. Tapi, sifat pedomannya tidak mengikat. "Artinya tidak bisa ada sanksi atau pelanggaran hukum," kata dia, Ahad (19/3).

Sebab, kata Cholil, pedoman ceramah di rumah ibadah sifatnya hanya sebagai pedoman dan kode etik saja. "Kita harapkan jangan sampai pemerintah mengekang kebebasan berbicara apalagi mengekang terhadap kebebasan menyampaikan ajaran agama," katanya kepada Republika.co.id.

Menurut dia, yang boleh diatur adalah hubungan agama dengan negara. Tetapi agama sebagai keyakinan, nilai dan prinsip, hal ini tidak bisa diatur oleh pemerintah karena bukan kewenangannya. Sebab, yang berkaitan dengan nilai keagamaan merupakan kewenangan dari majelis agama.

Oleh sebab itu, yang bisa dilakukan adalah mencoba mencari titik kesepakatan pendapat. Sehingga menjadi kesepakatan umum dalam nilai kebangsaan dan kenegaraan. Tapi, kata dia, mengenai persoalan benar dan tidaknya menurut agama, itu kembali lagi kepada majelis agama masing-masing.

"Ajaran agama bukan wilayahnya negara, pemerintah tidak punya hak untuk menilai benar tidaknya, salah dan benarnya terhadap ajaran yang disampaikan," ujarnya.

Ia menyampaikan, karena pedoman bersama ceramah di rumah ibadah bukan undang-undang (UU), tidak ada sanksi dan pedomannya tidak mengikat. Ia juga menilai, perlu segera disahkan UU kerukunan antar umat beragama. Kalau menjadi UU baru peraturannya bisa mengikat.

"Kalau pedoman tidak mengikat karena itu kerangka umum tentang etika agama hubungannya dengan bangsa dan negara," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement