REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) Maneger Nasution mengatakan persoalan Rubby Peggy yang tampak shalat mengenakan celana pendek dipandang sebagai kekerasan psikologis dalam perspektif hak asasi manusia. Rubby Peggy diduga sebagai salah seorang pelaku pengeroyokan pendukung calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat.
"Yang kedua, itu jelas melanggar hak asasi di bidang beragama. Karena shalat hanya dengan celana pendek dan seterusnya. Itu pelanggaran HAM itu. Jadi saya kira itu paling prinsip," kata Maneger saat dihubungi oleh Republika.co.id, Ahad (19/3).
Pihak Komnas HAM, Maneger mengatakan mendorong pihak kepolisian untuk profesional, independen, dan tidak memihak kelompok manapun.
"Polisi kemudian harus betul-betul netral tidak boleh memposisikan diri partisan begitu. Polisi tidak boleh partisan. Dia harus profesional, harus independen, dan terbuka. Siapapun diperlakukan sama di depan hukum tidak boleh dibeda-bedakan," ujarnya.
Sisi lain, Maneger berharap para pihak tidak merendahkan martabat dan melakukan diskriminatif terhadap kelompok lain. Yang lebih penting, ia mengungkapkan penegak hukum atau polisi harus bersikap netral dan profesional dalam menghadapi kasus yang dilakukan oleh siapapun.
"Tidak boleh membeda-bedakan karena di situlah kunci apakah polisi kita profesional, apakah polisi kita netral," katanya.
Sebelumnya, pengacara yang tergabung dalam Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) prihatin terhadap kondisi warga yang diduga sebagai salah seorang pelaku pengeroyokan pendukung Ahok-Djarot, Rubby Peggy. Saat menjenguk Rubby di tahanan Polres Jakarta Barat pada Rabu (15/3), ACTA mendapati Rubby hanya mengenakan celana pendek saat shalat dan ia juga tampak telah dibotaki.
(Baca Juga: Rubby Peggy Hanya Diperbolehkan Bercelana Pendek untuk Shalat, ACTA Lapor ke Komnas HAM)