REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyadari bahwa wajib pajak badan atau perorangan sudah semakin jeli dalam melihat berbagai celah perpajakan yang ujungnya justru membawa kepada aksi penghindaran perpajakan. Sebetulnya, perencanaan perpajakan yang tidak agresif masih diperbolehkan diterapkan.
Namun ketika tax planning dilakukan secara agresif demi menekan setoran pajak, maka hal ini yang sedang pemerintah berantas. Penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan multinasional memanfaatkan celah perbedaan antara peraturan pajak domestik di suatu negara dan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B).
Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Kementerian Keuangan John Hutagaol menyebutkan, seluruh otoritas pajak dunia sudah sepakat untuk memberantas agressive tax planning ini dengan cara mendorong keterbukaan. Keterbukaan yang dimaksud kemudian dituangkan dalam Automatic Exchange of Informastion (AEoI) dan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
John menyebutkan, Indonesia sudah berkomitmen untuk menjalankan 15 rencana aksi untuk dalam BEPS. Salah satu yang kini sedang digodok pemerintah adalah aksi ke-12 yakni mandatory disclosure rules.
Melalui aturan ini, wajib pajak khususnya perusahaan multinasional harus melaporkan skema tax planning yang dilakukan, termasuk seluruh masukan dari promotor terkait tax planning. Cara ini otomatis membuat pemerintah akan menampung seluruh skema tax planning yang dilakukan di Indonesia untuk kemudian dijadikan bahan evaluasi dalam menerbitkan regulasi ke depannya.
"Ditjen Pajak dalam proses mempelajari dan kami akan mengeluarkan aturan itu," kata John ditemui di kantornya akhir pekan ini.
John menyebutkan, salah satu negara yang sudah menjalankan rencana aksi ke-12 BEPS adalah Inggris. Ia menjelaskan bahwa seluruh wajib pajak besar di Inggris diwajibkan seluruh skema tax planning mereka ke kantor pajak setempat.
Bahkan, Otoritas Pajak Inggris secara tegas juga meminta promotor wajib pajak juga melaporkan ide-ide mereka atas tax planning. Langkah ini membuat pemerintah Inggris bisa menerima berbagai perencanaan perpajakan yang dilakukan wajib pajak.
Keuntungan yang didapat pemerintah Inggris, lanjut John, celah-celah perpajakan bisa ditutup dengan penerbitan aturan baru. "Konsultan pajak, konsultan keungan, bank, lawyer, akuntan publik, dan orang pribadi yang menyarankan wajib pajak mengenai perencanaan pajak. Dia harus report ke kantor pajak," ujar John.
Ditjen Pajak juga akan menerapkan 4 aksi BEPSlainnya untuk diterapkan di Indonesia. Cara ini harus dialakukan pemerintah untuk memenuhi standar minimum dalam implementasi BEPS tahap pertama.
Rencana aksi yang segera diadopsi di Indonesia adalah rencana aksi kelima yakni harmful tax practices, rencana aksi keenam berupa treaty abuse, rencana aksi ketigabelas tentang transfer pricing documentation, dan rencana aksi keempatbelas soal dispute resolution.
Selain lima rencana aksi yang sedang dimatangkan, Ditjen Pajak Kementerian Keuangan juga sedang merampungkan aturan yang mengakomodir rencana aksi BEPS ketiga yakni controlled foreign company rules.
Sementara itu, Direktur International Bureau of Fiscal Documentation (IBFD) Victor van Kommer menilai, langkah pemerintah untuk meminta wajib pajak melaporkan seluruh skema perencanaan perpajakan diyakini memang bisa menekan penghindaran pajak. Namun, ia meminta pemerintah untuk tidak melakukannya secara berlebihan.
Ia beralasan bahwa iklim investasi di Indonesia masih cukup menggiurkan bagi para pemilik modal asing. Victor khawatir bahwa kebijakan pemerintah yang mentetatkan aturan pajak termasuk men-disclose tax planning yang dilakukan wajib pajak justru membuat kabur para investor.
"Ingat bahwa seluruh usaha di Indonesia ini berjalan bersama. Di Inggris dan negara lainnya ada mandatory discloser rules untuk tax planning. Tujuannya untuk memetakan tax planner," katanya.