REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pondok pesantren di Indonesia harus mandiri secara ekonomi. Apalagi, di zaman yang serba modern seperti sekarang ini, persaingan ekonomi semakin ketat.
"Sebaiknya pondok pesantren itu harus mandiri. Kemendirian pesantren termasuk di dalam persoalan ekonomi itu sangat penting," ujar mantan Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Afifuddin Muhajir saat dihubungi Republika.co.id Senin (20/3).
Pasalnya, kata salah satu pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah ini menuturkan, jika pesantren tidak mandiri, maka akan gampang disetir oleh pihak-pihak berkepentingan. "Harus mandiri agar tidak tergantung dengan pihak-pihak lain. Karena kalau tergantung, bisa saja pesantren itu tidak leluasa melakukan kebijakan," ucapnya.
Menurut Kiai Afif, belasan ribu pesantren yang ada di Indonesia mempunyai kekuatan yang berbeda secara ekonomi. Ia pun membaginya dalam tiga klasifikasi, yaitu pesantren sangat kuat, kuat, dan lemah.
Namun, menurut dia, yang paling kuat secara ekonomi saat ini dipegang oleh Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur. Pondok tersebut diketahui mempunyai banyak usaha. Salah satunya, Baitul Mal wa Tamwil Maslahah Mursalah lil Ummah (BMT MMU), yaitu simpan pinjam syariah yang sudah berusia sekitar 17 tahun.
"Menurut yang saya lihat, yang sangat kuat itu seperti Sidogiiri itu secara ekonomi. Sehingga, Ponpes Sidogiri menolak bantuan dana bos, karena memang pesantren sudah tidak memerlukan itu," katanya.
Sementara, Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah sendiri masih berada dalam tingkatan setengah kuat. Tapi, juga memiliki berbagai macam usaha seperti mini market, SPBU, produk baju muslim, dan sebagainya. "Semua usaha itu dalam rangka kemandirian pesantren di bidang ekonomi. Itu sudah dilakukan Kiai As'ad (Kiai Sepuh Pesantren Sukorejo yang sudah wafat) sejak dulu dan berkembang sampai sekarang," ucapnya.