REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPR) RI, Fahri Hamzah membantah hak angket yang akan diusulkan untuk memberikan pembelaan kepada anggota DPR RI yang diduga terlibat korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik.
Menurutnya, Pansus KTP-el, nantinya untuk memastikan audit BPK atau BPKP yang benar dalam proyek itu. Kemudian audit itu juga digunakan untuk mengungkap kerugian negara proyek di era Mendagri Gamawan Fauzi, yang namanya juga disebut dalam dakwaan.
"Bagaimana mau membela kan dasarnya audit dan rapatnya terbuka enggak mungkin dibela. Hak angket juga bukan untuk menyerang ketua KPK, tapi Agus dapat mengundurkan diri kalau terlibat,” jelas Fahri, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senin (20/3).
Selain itu, kata Fahri, hak angket juga dapat mengungkap pihak-pihak dikabarkan telah mengembalikan uang proyek KTP-el. Mereka diduga uang haram itu pada tahun 2010 silam, kemudian setelah tujuh tahun berlalu, uang tersebut akhirnya dikembalikan ke KPK.
"Kita belum tahu siapa orangnya, ada orang yang belum jelas sudah ramai orangnya itu sudah jadi bulan-bulanan gimana itu, kan harus diinvestigasi menyeluruh, ini kan momentum perbaikan barang dan jasa," tambah Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Di samping itu, Fahri mengatakan, DPR RI memiliki fungsi pengawasan. Maka dengan demikian, Fahri menegaskan pihaknya dapat mengawasi KPK. Dia juga merasa heran, kenapa saat pihaknya menjalani fungsi pengawasannya terhadap KPK, itu dianggap menghambat kinerja lembaga anti rasuah tersebut.
Bahkan Fahri menegaskan, belum tentu KPK yang menangkap koruptor itu bekerja dengan benar. "Orang ditangkap korupsi belum tentu benar. Kerjanya sama kayak Densus, Densus membunuh teroris belum tentu benar,” tutur Fahri.