REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu, meminta supaya kasus pedofil di media sosial diusut tuntas. Pribudiarta menengarai masih banyak akun pedofil lain yang tersembunyi di jagad maya.
"Kami sudah dapat informasinya dari Polda Metro Jaya. Kami mengharapkan agar ini diusut tuntas karena ternyata dari satu akun medsos saja ada 7.000 lebih anggotanya. Ini kan fenomena gunung es, dari satu akun aja segitu," kata Pribudiarta kepada Republika.co.id, Senin (20/3).
Pribudiarta mengharapkan agar penegakan hukum bisa terus berjalan sesuai proses. Ia berharap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak sudah bisa diterapkan. Hukuman untuk pelaku kekerasan seksual terhadap anak dalam undang-undang tersebut menurutnya cukup tinggi.
Lanjut Pribudiarta, polisi juga dapat menerapkan hukuman-hukuman tambahan yang menjadi turunan undang-undang tersebut. Ia menegaskan perlunya hukuman maksimal dan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak untuk mencegah munculnya kasus-kasus serupa pada masa yang akan datang.
Di samping proses hukum, yang paling penting adalah peran serta masyarakat untuk bersama-sama melakukan tindakan pencegahan. Setiap orang tua seyogyanya mampu mendampingi anaknya saat memainkan gadget. Anak juga harus dibekali kemampuan untuk mampu menghindari pornografi ini.
Deputi Bidang Perlindungan Anak ini melaporkan, Kementerian PPPA pernah melakukan observasi terhadap tingkat pornografi anak di media sosial dalam kurun waktu dua bulan. Hasilnya, menurut Pribudiarta, konten-konten pornografi anak di dunia maya sudah beredar sangat luas dan mengkhawatirkan.
"Sekarang kalau kita lihat, kita buka gadget saja, misalnya cari 'sepatu', keluarnya banyak konten pornografi di dalamnya. Beberapa kata kunci sudah kami identifikasi banyak digunakan," ujar dia. Ia mengungkapkan pentingnya lingkungan masyarakat memahami situasi ini, mulai dari tingkat RT dan RW. Masyarakat harus sensitif menegur apabila menemukan kecenderungan pornografi anak.
Menurutnya, modus yang kerapkali dilancarkan para pelaku pedofil untuk mendapatkan konten-konten pornografi anak adalah dengan memberikan iming-iming materi. Pribudiarta juga menduga jaringan pedofil via media sosial ini merambah sampai ke luar negeri.
"Mereka masuk melalui medsos, seperti kasus Candy ini, dia (pelaku) menawarkan kalau ada anak yang bisa melakukan pornografi akan dibayar. Dia bayar 14-15 dolar untuk satu kali aksi," ucap Pribudiarta.
Kekerasan seksual yang dilakukan terhadap anak ini meresahkan mengingat besarnya dampak yang dialami korban. Apalagi, anak-anak tersebut masih berumur 3-4 tahun. Menurut Pribudiarta, rehabilitasi terhadap korban merupakan hal yang paling berat. Korban pedofil membutuhkan pendampingan atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial.
Sebelumnya, masyarakat diresahkan dengan keberadaan grup komunitas pedofil, Official Candy's Groups, di media sosial Facebook. Grup tersebut membagikan konten pelecehan dan pencabulan terhadap anak-anak. Setidaknya ada 500 film dan 100 foto bermuatan pornografi diunggah ke dalam grup yang diikuti lebih dari 7.000 orang tersebut.