Senin 20 Mar 2017 19:13 WIB

KPK: Bupati Klaten Belum Tentu Jadi Justice Collaborator

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Fernan Rahadi
Bupati Klaten nonaktif Sri Hartini dikawal petugas setibanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (16/3).
Foto: Antara/Reno Esnir
Bupati Klaten nonaktif Sri Hartini dikawal petugas setibanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (16/3).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Tahanan KPK, Bupati Klaten Sri Hartini digadang-gadang mampu menjadi salah satu saksi kunci kasus korupsi masal, termasuk KTP-el. Namun demikian, Wakil Ketua KPK Laode M Syarief membantah hal tersebut. 

Pasalnya untuk menjadi justice collaborator, seseorang harus memiliki dua syarat. Antara lain yang bersangkutan harus mampu membuka kasus baru dan konsisten membantu pengungkapan kasus sampai ke persidangan.

"Kalau Sri Hartini tidak bisa buka kasus lain, tapi hanya pura-pura, ya belum tentu bisa jadi justice collaborator," kata Laode di University Club UGM, Senin (20/3). Adapun hingga saat ini pejabat yang terlibat kasus korupsi lelang jabatan tersebut belum terbukti mampu memberikan petunjuk bagi kasus baru.

Menurut Laode, status justice collaborator sendiri biasanya diberikan mendekati akhir-akhir persidangan. Para penerima justice collaborator tentunya akan menerima keringan hukuman atas kerja sama mereka dalam mengungkap tindak pelanggaran korupsi. 

Namun demikian, yang bersangkutan tidak berarti dapat bebas dari tanggung jawab pidananya. Sementara untuk keringanan hukuman akan diputuskan langsung oleh hakim. "Itu memang wewenang hakim untuk memutuskan," tutur Laode. 

Adapun salah satu orang yang telah menjadi Justice Collaborator adalah Nazarudin. Ia menerima keringanan hukuman tahanan menjadi tujuh tahun, lantaran telah bersedia untuk bekerja sama dengan pihak berwajib dalam mengungkap beberapa kasus kejahatan korupsi.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement