REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aturan baru KPUD Jakarta tentang Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) di Pilkada DKI Jakarta dipertanyakan. Sebab, aturan itu membolehkan pemilih yang namanya masuk DPTb bisa ikut nyoblos di semua TPS dengan bukti KTP tanpa harus dilengkapi dengan KK (kartu keluarga).
"Padahal, aturan selama ini DPTb harus dengan KTP dan KK untuk mencegah kecurangan dalam pelaksanaan pemilu," kata Dewan Pakar ICMI Pusat, Anton Tabah Digdoyo kepada Republika.co.id, Selasa (21/3).
Menurut Anton, seharusnya KPUD belajar dari indikasi kecurangan pada putaran pertama. Pada pilkada putaran pertama, ada temuan berbagai kasus yang diperkuat temuan dari lembaga survei, di mana 500-an TPS ditengarai curang memanfaatkan DPTb.
"TPS untuk DPTb tadi diikuti ratusan ribu pemilih yang 100 persen nyoblos pasangan tertentu," ujarnya.
Dengan kejadian ini, kata dia, publik jadi curiga dengan aturan pemilih bisa ikut nyoblos di TPS yang bisa ditemui di mana saja. "Jadi DPTb ini membuka lebar kecurangan-kecurangan," katanya.
Anton mempertanyakan tujuan dari strategi DPTb. Dia khawatir itu akan digunakan calon tertentu untuk curang. "KPUD bukannya menindak malah memberi peluang untuk curang?" katanya lagi.
Menurut Anton, jika diibaratkan tubuh, KTP itu ruh dan KK itu jasadnya. Maka jika KPUD membolehkan mencoblos dengan DPTb bermodalkan KTP saja, tanpa harus dilengkapi dengan KK, KPUD membiarkan ruh-ruh tanpa jasad gentayangan di Pilgub DKI.
Anton mengatakan, DPTb bisa diartikan Daftar Pemilih Tanpa badan atau pemilih siluman. Untuk itu rakyat wajib tegas tolak pemilih siluman.