REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Festival ogoh-ogoh di Kabupaten Sleman akan digelar akhir pekan ini, yakni tanggal 25 Maret. Setidaknya ada 20 ogoh-ogoh yang akan diarak dalam festival tersebut. Sebanyak 14 di antaranya berasal dari komunitas budaya Sleman dan enam berasal dari Pemda Bali.
“Tema Ogoh-ogoh yang tahun ini adalah cerita rakyat,” kata Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Sleman, Sudarningsih saat ditemui di Humas Sleman, Selasa (21/3). Menurutnya tema tersebut sengaja diangkat agar cerita-cerita rakyat Sleman bisa tampil ke permukaan.
Adapun jalur festival ogoh-ogoh akhir pekan nanti dimulai dari Monumen Jogja Kembali (Monjali) ke Jembatan Sardjito Baru. Nantinya, di jembatan tersebut peserta pawai akan bertemu dengan kelompok seni kirab ogoh-ogoh dari Kota Yogyakarta. Kemudian meneruskan perjalanan ke Malioboro, Titik Nol, dan berakhir di Alun-alun Utara.
Koordinator Kirab Budaya Ogoh-ogoh, Nyoman Santiawan menyampaikan, jika digabungkan dengan kelompok budaya dari Kota Yogyakarta, jumlahnya menjadi 43 unit ogoh-ogoh. Saat ini panitia tengah mematangkan sejumlah persiapan untuk pelaksanaan festival.
Guna mengantisipasi kemacetan, panitia telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan desa setempat untuk melakukan rekayasa lalu lintas. Menurut Nyoman jalur festival ogoh-ogoh sendiri akan ditutup untuk kendaraan mulai pukul 12.00 sampai 15.00.
"Kami juga sudah bekerja sama dengan desa setempat untuk menyiapkan kantong parkir bagi masayarakat yang ingin menonton festival," katanya. Pada saat pelaksanaannya nanti, akan ada masa yang bertugas menunjukkan kantong-kantong parkir.
Nyoman menyampaikan, selain sebagai ajang pelestarian budaya, festival ogoh-ogoh juga digelar untuk memberikan hiburan alternatif bagi masyarakat. Di sisi lain pawai ini juga diselenggarakan untuk menyambut hari raya nyepi.
Namun yang berbeda dari pawai ogoh-ogoh di Bali, di Yogyakarta ogoh-ogoh yang ditampilkan menyesuaikan tema yang diusung oleh Pemkab setempat. "Kalau di Bali kan ogoh-ogohnya berbentuk buto dan hal-hal yang buruk. Kalau di sini tidak," kata Nyoman.
Ketua Parisada Hindudarma Indonesia, AA Alit Mertayasa menyampaikan, festival ogoh-ogoh yang diselenggarakan di DIY bukan hanya sebagai wujud penghormatan terhadap upacara nyepi. Namun juga sebagai wujud keharmonisan antar umat beragama.
"Ini sebagai simbol bahwa masyarakat Yogyakarta itu guyub dan rukun. Kami berterimakasih atas dukungan dari berbagai pihak atas terselenggaranya festival tersebut," kata Alit. Ia berharap kegiatan seperti ini bisa terus terpelihara dengan baik.