REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh Muhammadiyah, Prof Din Syamsuddin menyatakan, bahwa dirinya termasuk orang yang tidak setuju dengan rencana Kementerian Agama (Kemenag) yang akan membuat pedoman ceramah di rumah ibadah. Namun, dia enggan untuk menyatakan bahwa pemerintah harus membatalkan kebijakan tersebut.
"Bukan membatalkan, tapi tidak bijak saja. Saya termasuk yang tidak setuju," ujar Din usai menggelar dialog bersama Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Gedung MUI, Jakarta Pusat, Selasa (21/3).
Ketua Dewan Pertimbangan MUI tersebut menuturkan, para penceramah atau khotib di rumah ibadah sebenarnya sudah mempunyai pedoman sendiri. Menurut dia, pedoman untuk berdakwah dan ceramah keagamaan itu yaitu Alquran dan Hadis.
"Pedoman ceramah itu audah ada dalam Alquran. Ajaklah manusia dengan penuh hikmat dengan kebijaksanaan, nasihat yang baik. Dan para ulama sudah mengetahui itu," ucapnya.
Karena itu, Din menyarakan, agar pemerintah tidak mengatur para penceramah sedemikian rupa. Karena, justru hal itu malah bisa menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat. "Janganlah negara mengatur-mengatur hal seperti itu. Apalagi kalau tidak berkeadilan, hanya menyangkut agama Islam saja misalnya. Itu yang menimbulkan sensitivitas," katanya.
Din mempertanyakan alasan Kemenag yang membuat kebijakan seperti itu. Ia pun meminta agar Kemenag mempertimbangkan lagi pembuatan pedoman ceramah itu.
"Ada apa pemerintah ini? Padahal, kalau mau berbicara ceramah-ceramah yang keras itu ada di banyak lingkarangan itu," ucap Mantan Ketua PP Muhammadiyah itu.