Kamis 23 Mar 2017 06:30 WIB

Ada Bangunan Opini Seolah-olah Hanya Islam yang Radikal

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agus Yulianto
Ketua Umum MUI Sumsel, Drs. KH.Sodikun, M.Si
Foto: MGROL72
Ketua Umum MUI Sumsel, Drs. KH.Sodikun, M.Si

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan radikalisme membidik sebuah bangunan opini yang mengarah kepada keyakinan agama tertentu. Hal ini menyebabkan ketidakadilan karena tidak objektif dalam menilai dan memandang.

"Perlu disampaikan, radikalisme sejatinya tidak hanya menjadi identik agama tertentu saja, hampir semua (penganut) agama mempunyai sifat sikap radikal," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Seni dan Budaya Islam KH Sodikun saat menyampaikan ceramahnya di Diskusi Publik tentang Deradikalisasi Paham Keagamaan di Indonesia yang diselenggarakan Himapol FISIF UMJ, Rabu (22/3).

Hanya saja, Sodikun mengatakan, bangunan opini tentang radikalisme seolah-olah hanya Islam yang mempunyai sikap radikal. Kata dia, belum lama ini ada berita menyedihkan. Agama yang katanya menabur kasih sayang, tapi malah membantai anak-anak Muslim. "Jadi, jangan memaknai seolah-olah radikalisme hanya ada pada umat Islam saja," ujarnya.

Dia menerangkan, deradikalisasi merupakan suatu keniscayaan. Bahkan dalam perspektif agama, deradikalisasi merupakan suatu kewajiban. Seluruh anak bangsa, tanpa terkecuali siapa pun juga harus ikut mengantisipasi pemikiran-pemikiran radikal. "Mengantisipasi pemikiran radikal ini merupakan kewajiban kita bersama," tegasnya.

KH Sodikun menceritakan, belum lama ini MUI mengundang ormas-ormas Islam tingkat pusat untuk membangun sebuah visi dan misi Islam yang rahmatan lil alamin. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi munculnya radikalisme.

Menurutnya, radikalisme adalah segala ide, pola pikir, tindakan dan gerakan untuk mencapai tujuan dengan cara kekerasan. Jadi, kata dia, bila radikalisme berupa ide, pola pikir, tindakan dan gerakan, maka siapa pun bisa menjadi radikal. Hanya saja radikalisme selalu dimaknai berkaitan dengan kelompok-kelompok tertentu saja.

"Faktanya, radikalisme akan selalu ada di tengah-tengah kehidupan. Ini karena radikalisme merupakan sebuah pemikiran, ide, tindakan dan gerakan," ujarnya.

Ia menambahkan, radikalisme juga akan hadir di tengah-tengah ketidakbenaran dan ketidakadilan. Terutama ketika ketidakbenaran menyebar dan terjadi ketidakadilan sosial dan politik. KH Sodikun menyimpulkan, sebagai upaya mengantisipasi radikalisme, harus membumikan keislaman.

Membumikan keislaman bisa dengan cara menggelar pelatihan deradikalisasi, pelatihan tersebut bisa diberikan kepada siswa sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Selain itu, perlu menggalakan gerakan kasih sayang ke siapa pun juga tanpa terkecuali. Intinya, untuk mengantisipasi radikalisme membutuhkan peran semua pihak.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement