Kamis 23 Mar 2017 18:00 WIB

Peradaban Tanah Liat di Eufrat

Rep: Heri Ruslan/ Red: Agung Sasongko
Eufrat
Foto: flicker.com
Eufrat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peradaban tanah liat berada di kawasan bagian tengah Sungai Eufrat, atau pada saat ini di daerah Deir Ezzor, Syiria bagian timur. Penamaan itu sesuai dengan bahan yang dipakai oleh masyarakat di kawasan itu untuk membangun rumah, batu bata yang terbuat dari tanah liat. 

Sejak dahulu, tanah liat memang dikenal sebagai bahan yang sangat mudah dibentuk. Jika digunakan sebagai tembok, rumah akan terasa hangat pada saat musim dingin dan sejuk saat musim panas.

Seperti yang dikutip dari laman www.english.globalarabnetwork.com, Direktur Departemen Barang Antik dan Museum Deir Ezzor, Yaser Shouhan, mengatakan, karakteristik tanah liat pada kawasan bagian tengah Sungai Eufrat itu sebenarnya ada karena bahan yang melimpah. 

Alam di pesisir sungai tersebut mengandung banyak sekali tanah liat. Berdasarkan hasil penelitiannya, tanah liat yang digunakan itu dicampur dengan jerami dan dibiarkan kering karena matahari sebelum digunakan sebagai bahan bangunan.

Desa tertua yang menggunakan tanah liat di kawasan itu ditemukan di Tal Buqrus, sekitar 40 kilometer ke sebelah tenggara Deir Ezzor. Bangunan di sana diperkirakan berasal dari 7.000 tahun Sebelum Masehi. Rumah-rumah di wilayah itu sudah dibangun dengan susunan yang teratur.

Di kota tua Mari, ditemukan Istana Zimri-Lim yang juga terbuat dari tanah liat. Luasan istana itu mencapai 2,5 hektare, termasuk keberadaan 306 kamar. Istana itu terdiri dari aula untuk upacara keagamaan, kuil, dan ruangan takhta. Beberapa ruangan untuk tamu dan pelayan juga disediakan.

Selain adanya penemuan peradaban tanah liat itu, di bagian lain Sungai Eufrat juga ditemukan adanya bukti kegiatan pertanian pertama di dunia, yaitu di Abu Hureyra. Reruntuhan Abu Hureyra berada di sisi selatan lembah Sungai Eufrat di bagian utara Suriah. 

Kawasan itu sudah ditinggali manusia sejak 11.500 sampai 7.000 Sebelum Masehi. Berdasarkan temuan bibit dan beberapa flora yang ditemukan para arkeolog, disimpulkan pada masa-masa itu masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut pada awalnya hidup dengan berburu, lalu berubah haluan menjadi bertani.

Profesor Gordon Hillman dari Universitas College, London mengatakan, masyarakat di Abu Hureyra pada masa lalu berubah pola hidup karena terpaksa. Kekeringan besar yang terjadi ribuan tahun yang lalu memaksa mereka untuk bercocok tanam. 

Mereka tidak bisa mengandalkan tanaman yang tumbuh liar karena telah mati akibat kekeringan, ujarnya, seperti dikutip laman BBC. Selama 20 tahun terakhir, Gordon meneliti bibit tanaman masa lalu yang masih tersisa di situs arkeologi tersebut.

Di pesisir Sungai Eufrat di Irak juga sempat menjadi saksi sejarah peradaban Islam. Yaitu di daerah Karbala, tempat terjadinya perang sipil di antara pemeluk Islam. Pada 10 Muharam 680 H, tentara pimpinan cucu Nabi Muhammad, Husein bin Ali, berperang melawan pasukan Yazid I, khalifah kedua pada masa Dinasti Umayyah. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement