Kamis 23 Mar 2017 20:20 WIB

Bantahan Komisi Hukum MUI Terhadap Pernyataan Ishomuddin

Rep: C62/ Red: Ilham
Anton Tabah Digdoyo
Foto: Republika
Anton Tabah Digdoyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Hukum MUI Anton Tabah Digdoyo mengatakan, pemecatan terhadap KH Ahmad Ishomuddin dilakukan setelah dirinya mengirim pesan Whatsapp kepada ketua umum dan waketum MUI Pusat setelah sidang kasus penistaan agama, Selasa (21/3) malam. Dalam pesannya, Anton menyatakan dirinya akan keluar dari MUI jika Ishomuddin tidak dipecat.

"Jika tidak dipecat dalam waktu satu bulan ke depan, saya resign dari MUI," ujar Anton dalam pesan tertulisnya yang diterima Republika.co.id, Kamis (23/3).

Ishomuddin menjadi saksi ahli agama Islam yang dihadirkan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama dalam sidang tersebut. MUI menilai dalam kesaksiannya, Ishomuddin menyatakan surah al-Maidah ayat 51 sudah tak berlaku lagi. Padahal, Alquran itu berlaku sejak kenabian Muhammad SAW 15 abad silam sampai hari kiamat.

Anton mempertanyakan dasar pernyataan Ishomuddin bahwa Alquran surah al-Maidah ayat 51 tak berlaku lagi. "Harus ada dasarnya dari Alquran atau sunah. Semua harus dari penjelasan Nabi SAW," katanya.

Anton yang juga ketua penanggulangan penodaan agama mencontohkan surah al-Baqarah ayat 62 telah dimansukh (diubah) dengan surah Ali Imron ayat 19, ayat 85, Al Maidah ayat 3, dan Albayyinah ayat 6. Kemudian ditegaskan diberbagai Hadits a.l Hr Muslim juz 1 halaman 93 dan 134 Hadits Ahmad juz 13 halaman 522 juz 14, halaman 361 juz 22, dan halaman 468.

Menurut Anton, hal itu juga sangat jelas ada di Tafsir Ibnu Katsir juz 1 halaman 284 + 285, Ibnu Abas juz 1 halaman 113, dan Zidul Masir juz 1 halaman 74. Semua itu menegaskan surat Al-Bakarah ayat 62 telah dimansukh (mansukhot) dengan Surah Ali Imron 19 dan 85 surat Maidah ayat 3 Surah Bauyinah ayat 6 dan lain-lain.

Untuk itu, kata dia, ulama tidak boleh ngawur dan tidak asal bicara dalam menafsirkan Alquran karena harus wajib ada dalil untuk rujukan dari Allah dan Rasul-Nya. Apalagi, kata Anton, Alquran harus dijelaskan Hadits. Ini sesuai wasiat Nabi di akhir hayatnya tentang dua kitab penyelamat dunia akhirat, yaitu Alquran dan sunnah.

"Ulama sekarang sehebat apapun sudah tidak punya otoritas menafsirkan Alquran dengan pendapatnya dengan pikirannya masing-masing, semua wajib merujuk ke hadits dan tafsir yang sudah disepakati," katanya.

Karena itu, kata Anton, Ishomuddin atau siapapun tak boleh menafsirkan Alquran menurut pikiran dan pendapatnya sendiri. Sebab, tafsir surah al-Maidah 51 sudah sengat jelas dan tegas dan itu berlaku sampai hari kiamat dan tidak ada waktu expired-nya.

Anton mengatakan, apalagi menafsirkan Alquran, menafsirkan undang-undang yang buatan manusia saja dilarang denga pikiran masing-masing. Harus minimal dengan tiga kaidah, yaitu konsiderans, batang tubuh, dan penjelasannya. Kalau UU boleh ditafsirkan masing-masing, kata dia, yang terjadi adalah kekacauan di masyarakat.

Menafsirkan Alquran, terutama ayat-ayat krusial itu ada penjelasan dari Rasulullah SAW yang dicatat denga rapi dan rinci oleh para sahabat Nabi. Catatan itu kemudian dibukukan denga rapi pula.

Anton mengatakan, ada berjilid-jilid hadis dan kitab tafsir pascaturunnya wahyu terakhir al-Maidah ayat 3 yang artinya: "Hari ini telah Aku sempurnakan agamamu dan Aku sempurnakan pula nikmatKu dan Aku ridha Islam sebagai agamamu." Karena itu, dengan tegas Nabi berkata, "Siapa yang tafsirkan Alquran dengan pikirannya atau pendapatnya sendiri maka telah disiapkan tempatnya di neraka".

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement