REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Provinsi DKI Jakarta sebagai ibu kota negara saat ini terancam dua bencana besar, yaitu banjir rob dari genangan dan luapan 13 sungai yang melewatinya. Pakar perkotaan dan aktivis lingkungan meminta pemerintah segera membangun Tanggul Tahap A untuk menyelesaikan kedua persoalan itu.
Pakar Perkotaan dan Lingkungan Universitas Indonesia, Rudy Tambunan menjelaskan tata letak Kota Jakarta dibatasi Sungai Cisadane di barat dan Sungai Citarum di timur. Adapun di bagian selatan merupakan hulu Sungai Ciliwung dan utara hulu 12 sungai lain.
Teluk Jakarta lebih banyak terbentuk karena endapan (sedimen) dari Cisadane dan Citarum dibandingkan aliran 13 sungai kecil. Batas garis pantai semakin menjorok ke daratan akibat perubahan arus musiman yang mengikis pantai yang belum bertanggul. “Belum (lagi) merupakan akibat kenaikan permukaan air laut,” kata Rudy dalam rilisnya, Kamis (23/3).
Di saat yang sama, daratan Jakarta turun akibat pemampatan lapisan geologis yang lebih muda dan penggunaan air tanah secara berlebihan. Dengan begitu, air permukaan tidak bisa masuk ke laut. Muka tanah yang rendah inilah yang berpotensi menjadi tempat genangan air (rob).
Sebuah penelitian berjudul “Indonesia: A Vulnerable Country in the Face of Climate Change” yang dirilis Global Majority Journal Juni 2010 juga mengingatkan dampak perubahan iklim berupa peningkatan suhu, intensitas hujan, permukaan air laut, dan ancaman pangan. Di Indonesia, perubahan iklim akan membuat intensitas curah hujan naik antara 2%-3% per tahun yang membuat wilayah Indonesia terancam banjir parah. Sebagai contoh, Jakarta mengalami banjir parah pada Februari 2007 akibat curah hujan yang tinggi.
Saat itu, banjir melanda 80 wilayah dan melumpuhkan transportasi di Jakarta. Banjir juga merendam lebih dari 70 ribu rumah dan memaksa 420 ribu-440 ribu orang mengungsi.
Sementara rata-rata permukaan air laut di Teluk Jakarta akan naik sebesar 0,57 sentimeter per tahun. Celakanya, kondisi ini juga dibarengi dengan penurunan permukaan daratan rata-rata 0,8 sentimeter per tahun.
Studi Institut Teknologi Indonesia di Bandung yang dikutip Bank Pembangunan Asia menyebutkan permukaan air laut akan naik antara 0,25; 0,57; dan 1 sentimeter per tahun. Daerah Utara Jakarta yang akan terendam banjir rob pada 2050 akan berkisar 40,45, dan 90 kilometer persegi. Cakupan wilayah yang terendam rob tersebut akan semakin luas jika penurunan permukaan daratan lebih dalam.
Menurut Rudy, pembangunan Tanggul Fase A merupakan rekomendasi studi Jakarta Coastal Defence Strategy tahun 2012 untuk mengatasi banjir besar pada 2050 bersamaan pasang air laut sebagaimana terjadi pada 2002, 1996, dan 1976. “Tanggul pantai perlu karena pembangunan tanggul antar polder di pantai belum terpadu, terutama di 10 muara sungai,” kata dia.
Pembangunan tanggul merupakan program yang digagas pemerintah dan biaya pembangunannya diatasi bersama pemerintah dan pengembang 17 pulau reklamasi. “Jadi yang membangun tanggul bukan pengembang,” ungkap Rudy.
Ia mengingatkan keterlibatan masyarakat dalam pembenahan DAS dan wilayah pantai sangat diperlukan. Pengembangan dan revitalisasi wilayah di Jakarta seharusnya berbasis komunitas.
Sementara itu, aktivis lingkungan, Emmy Hafild menyatakan Jakarta akan tenggelam jika pemerintah tidak mengambil langkah-langkah terpadu. Pembangunan tanggul raksasa yang dibarengi dengan pengaturan pemakaian air tanah di daratan akan menyelesaikan banjir rob dari laut.