REPUBLIKA.CO.ID, Salah satu saksi ahli agama dari terdakwa kasus penistaan Agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Kiai Ishomuddin, angkat bicara usai memberikan keterangannya dalam sidang ke-15 kasus yang melibatkan gubernur nonaktif DKI Jakarta tersebut. Kesaksiaannya sempat memicu reaksi dari berbagai kalangan, tak terkecuali Wakil Rais Aam Nahdlatul Ulama (NU) KH MIftakhul Akhyar. Berikut ini, pernyataan lengkap Kiai Ishomuddin yang diterima Republika.co.id, di Jakarta, Jumat (24/4):
TABAYUN SETELAH SIDANG KE-15 KASUS PENODAAN AGAMA
Oleh Ahmad Ishomuddin
Beberapa waktu lalu saya diminta oleh penasihat hukum bapak BTP (Ahok) untuk menjadi saksi ahli atas kasus penodaan agama yang didakwakan kepadanya. Penasihat hukum dalam UU Advokat juga termasuk penegak hukum di negara konstitusi Republik Indonesia, sebagaimana dewan hakim dan para JPU (jaksa penuntut umum). Karena kesadaran hukumlah saya bersedia hadir dan menjadi saksi ahli dalam sidang ke-15.
Saya menyadari betul dan sudah siap mental menghadapi risiko apa pun, termasuk mempertaruhkan jabatan saya yang sejak dahulu saya tidak pernah memintanya, yakni baik sebagai rais syuriah PBNU (periode 2010-2015 dan 2015-2020) maupun wakil ketua Komisi Fatwa MUI Pusat (2015-2020), demi turut serta menegakkan keadilan itu.
Sebab, sepertinya umat Islam sudah lelah dan kehabisan energi karena terlalu lama mempersengketakan kasus pak BTP (Ahok). Sebagian umat yakin ia pasti bersalah dan sebagian lagi menyatakan belum tentu bersalah menistakan QS al-Maidah ayat 51.
Oleh sebab itu, persengketaan dan perselisihan tersebut segera diselesaikan di pengadilan, agar di negara hukum kita tidak memutuskan hukum sendiri-sendiri. Saya hadir, sekali lagi saya nyatakan, di persidangan karena diminta dan karena ingin turut serta terlibat untuk menyelesaikan konflik seadil-adilnya di hadapan dewan hakim yang terhormat.
Saya hadir di persidangan bukan atas nama PBNU, MUI, maupun IAIN Raden Intan Lampung, melainkan sebagai pribadi. Tidak mewakili PBNU dan MUI karena sudah ada yang mewakilinya. Saya bersedia menjadi saksi ahli pada saat banyak orang yang diminta menjadi saksi ahli pihak pak BTP berpikir-pikir ulang dan merasa takut ancaman demi menegakkan keadilan.
Dalam hal ini saya berupaya menolong para hakim agar tidak menjatuhkan vonis kepadanya secara tidak adil (zalim), yakni menghukum orang yang tidak bersalah dan membebaskan orang yang salah. Tentu karena saya juga berharap agar seluruh rakyat Indonesia tenang dan tidak terus menerus gaduh apa pun alasannya hingga vonis dewan hakim diberlakukan. Rakyat harus menerima keputusan hakim agar tidak ada lagi anak bangsa ini main hakim sendiri di negara hukum.
Saya hadir sebagai saksi ahli agama karena dinilai ahli oleh para penasehat hukum terdakwa, dan di muka persidangan saya tidak mengaku sebagai ahli tafsir, melainkan fiqih dan ushul al-fiqh. Suatu ilmu yang sudah sejak lama saya tekuni dan saya ajarkan kepada para penuntut ilmu.
Namun, itu bukan berarti saya buta dan tidak mengerti sama sekali dengan kitab-kitab tafsir. Alhamdulillah, saya dianugerahi oleh Allah kenikmatan besar untuk mampu membaca dan memahami dengan baik berbagai referensi agama seperti kitab-kitab tafsir berbahasa Arab, bukan dari buku-buku terjemahan. Semua itu adalah karena barakah dan sebab doa dari orang tua dan para kiai saya di berbagai pondok pesantren.