REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sekretaris Negara Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson telah mengarahkan misi diplomatik AS untuk memperketat proses screening atau pemindaian terhadap para pemohon visa. Khususnya dari negara-negara yang pernah dikuasai oleh ISIS.
Dalam prosesnya, Tillerson memerintahkan agar pejabat di instansi terkait untuk memeriksa akun media sosial mereka yang mengajukan visa dari negara-negara yang pernah diteror atau dikuasai ISIS. Padahal menurut seorang mantan pejabat, skrining media sosial sangat jarang dilakukan oleh pejabat konsuler.
Selama dua pekan terakhir, Tillerson telah menerbitkan empat memo terkait bagaimana pemerintah AS menerapkan sistem "pemeriksaan ekstrem" terhadap warga asing yang hendak menuju AS. Hal ini memang telah diserukan Donald Trump pada masa kampanye pilpres AS lalu.
Salah satu memo yang diterbitkan Tillerson adalah memberikan instruksi untuk membatasi pengunjung dari enam negara mayoritas Muslim, termasuk untuk kalangan pengungsi.
Tidak hanya di dalam negeri, Tillerson juga telah menerbitkan panduan baru untuk menerapkan standar prosedur yang ketat bagi para pemohon visa. Ia memerintahkan kepala konsuler untuk membangun seperangkat kriteria identifikasi bagi para pemohon visa guna menjamin proses pengawasan. Adapun pemohon yang diketahui berasal dari populasi tertentu harus melewati prosedur pemeriksaan keamanan tingkat tinggi.
Kelompok atau populasi yang harus melewati pemeriksaan tingkat tinggi ini diperkirakan akan bervariasi. Tergantung dari negara mana mereka berasal. Berdasarkan memo yang diterbitkan Tillerson tidak dijelaskan tentang koordinasi antar kedutaan.
Prosedur pemeriksaan tingkat tinggi bagi para pemohon visa ini akan mencakup pemindaian terhadap unggahan mereka di media sosial. Menurut Trump, pemeriksaan tersebut penting untuk melindungi negara dari serangan teroris.
Pemeriksaan media sosial untuk para pengaju visa juga telah diserukan oleh perwakilan Partai Demokrat dan Republik di dalam kongres. Menurut mereka, selain alasan keamanan nasional, pemindaian media sosial berpotensi untuk menemukan kegiatan dari jaringan teroris.
Terkait hal ini, beberapa mantan pejabat dan pengacara imigrasi memperingatan bahwa memeriksa dan memindai media sosial para pengaju visa akan mengakibatkan proses pembuatan visa memakan waktu yang lama. "Ada begitu banyak media sosial di luar sana. Ini bukan sesuatu yang dapat Anda lakukan tepat waktu," ungkap Anne Richard, mantan asisten menteri luar negeri AS pada masa pemerintahan Barack Obama.
Kendati demikian, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Biro Urusan Konsuler, Virginia Elliot mengungkapkan, saat ini pihaknya tengah bekerja untuk mengimplementasikan memorandum Trump. "Sesuai dengan ketentuan-ketentuannya, secara teratur, dan sesuai dengan perintah pengadilan yang relevan. Sehingga dapat meningkatkan keselamatan dan keamanan rakyat AS," ujar Elliot, dikutip dari Reuters.