REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Saadi membenarkan pencopotan Ahmad Ishomuddin dari struktur kepengurusan MUI. Pemberhentian itu, kata dia, berdasarkan keputusan Rapat Pimpinan MUI pada Selasa tanggal 21 Maret 2017.
Zainut mengatakan, pemberhentian Ishomuddin sebagai pengurus MUI bukan semata karena menjadi saksi ahli dugaan penodaan agama, tetapi juga karena ketidakaktifannya selama menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa di MUI. "Terhadap Pak Ishomuddin, pemberhentian beliau sebagai pengurus selain karena tidak aktif juga karena melanggar disiplin organisasi. Demikian semoga bisa memberikan penjelasan," kata dia, Jumat (24/3).
Dia mengatakan secara berkala Dewan Pimpinan MUI melakukan evaluasi kepengurusan untuk memastikan semua anggota pengurus MUI dapat melaksanakan amanat dan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya. Evaluasi tersebut berlaku untuk semua pengurus. Kriteria ketidakaktifan itu dinilai dari kehadiran dalam rapat-rapat dan kegiatan MUI lainnya.
Menanggapi pemecatan dirinya, Ishomuddin menyatakan siap mempertaruhkan jabatannya. "Pecat ya pecat saja, emang jabatan segalanya buat saya?" kata Ishomuddin, Jumat (24/3).
Ishomuddin bersaksi sebagai ahli agama dalam sidang terdakwa Basuki Tjahaja Purnama. Dalam sidang ke-15 pada (21/3) di Auditorium Kementrian Pertanian, Jakarta Selatan ini, Ishomuddin mengatakan hadir atas keinginan pribadi dan terlepas dari posisinya sebagai rais syuriah PBNU, dan dosen IAIN Raden Intan Lampung.
"Saya hadir sebagai pribadi. Motifnya, agar dewan hakim memperoleh masukan seimbang terkait masalah ini dan bisa objektif," ujar Ishomuddin setelah proses sidang selesai di auditorium Kementerian Pertanian.
Menurut Ishomuddin, alasannya menjadi saksi ada tiga hal. Pertama, persoalan niat. Dosen Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung ini mengatakan, niat hanya diketahui oleh orang yang menyatakan perkataan.
Kedua, momen kampanye Ahok. Rais syuriah PBNU ini menganggap tidak masuk akal jika seorang yang sedang berkampanye merendahkan apa yang disucikan oleh calon pemilihnya. Terakhir, sisi kepribadian dan kebiasaan Ahok sehari-hari.
Ishomuddin mengaku tidak melihat Ahok memiliki kebiasaan untuk merendahkan orang lain. Dalam penuturannya, Ishomuddin menegaskan Basuki Tjahja Purnama tidak bermaksud menistakan agama Islam, al-Maidah ayat 51, dan ulama.
Terkait tafsir al-Maidah ayat 51, Ishomuddin menegaskan, Ahok tidak menafsirkan sama sekali ayat tersebut. Dalam hal ini, menurut dia, Muslim dan non-Muslim berhak menjadi pemimpin. "Jangan menjegal menggunakan ayat Alquran untuk kepentingan politik. Itu sangat buruk dalam konteks bangsa Indonesia sebagai negara yang demokrasi," kata Ismohuddin.