REPUBLIKA.CO.ID, CAIRO -- Setelah menjalani masa tahanan selama enam tahun, Mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak terbebas dari tuduhan pembunuhan terhadap ratusan demonstran pada 2011. Ia meninggalkan rumah sakit militer di Maadi, tempat ia dipenjara.
Mubarak kembali ke rumahnya di kawasan elit Heliopolis dengan pengawalan ketat. Kepada media Mesir, al-Masry al-Youm, pengacara Mubarak Farid el-Deeb mengatakan, ia merayakan kebebasannya dengan makan pagi bersama sang istri Suzanne dan dua anak laki-laki mereka, Alaa dan Gamal.
Mubarak resmi dibebaskan awal bulan ini. Pengadilan banding tertinggi Mesir membersihkan namanya dari tuduhan atas kematian 900 warga Mesir selama kurun 25 Januari hingga 11 Februari 2011. Pada 2012, Mubarak pernah divonis hukuman seumur hidup. Namun, pengadilan banding membatalkan putusan itu dua tahun kemudian.
Seorang penerima beasiswa doktoral dari Tahrir Institute for Middle East Policy, Timothy Kaldas mengatakan kepada Aljazeera, tidak mungkin ada orang yang akan dituntut untuk pembunuhan tersebut, baik saat ini maupun di masa yang akan datang. “Mubarak ada di dalam atau di luar penjara tidak mengubah kenyataan bahwa militer yang berkuasa di Mesir pada 1952 terus memimpin Mesir hingga saat ini,” kata dia.
Menurut Kaldas, peran Mubarak dalam dunia politik Mesir kini lebih terbatas. Namun, ketidakadilan tampak nyata ketika banyak tokoh revolusioner dipenjara, sementara Mubarak dibebaskan.
Penggulingan Mubarak yang telah berkuasa selama 29 tahun di Mesir diikuti pemilihan umum pertama. Namun, pemimpin partai politik Ikhwanul Muslimin Mohamed Morsi yang memenangkan pemilu tersebut digulingkan dalam kudeta militer pada 2013.
Kepala Militer Abdel Fattah el-Sisi melakukan tindakan kekerasan terhadap Morsi dan para anggota Ikhwanul Muslimin. Kelompok hak asasi manusia menyebutkan 60 ribu tahanan politik mendekam di penjara Mesir.
Sebaliknya, satu per satu tokoh pada masa kepemimpinan Mubarak dibebaskan dari tuduhan. Serangkaian hukum yang memenjarakan kebebasan politik membuat para aktivis khawatir, sebab pemerintahan terdahulu kembali memegang pengaruh. "Di saat Hosni Mubarak bebas di Mesir, ribuan narapidana mendekam di penjara dengan kondisi mengenaskan,” kata wakil direktur organisasi hak asasi manusia Reprieve Harriet McCulloch kepada Aljazeera.
Ia mengatakan, banyak narapidana mendapat vonis hukuman mati karena melancarkan protes. Persidangan yang dilakukan secara massal seakan menjadi ejekan terhadap proses hukum yang berlaku di negara tersebut.
Beberapa dari mereka yang ditangkap masih anak-anak. Ia mencontohkan, Ibrahim Halawa adalah seorang anak berkebangsaan Irlandia yang mendapatkan kekerasan di penjara. Ia menuntut pemerintahan Sisi menunjukkan keadilan sistem hukum di Mesir dengan membebaskan Ibrahim dan ratusan anak lain, serta membersihkan nama baik mereka.
Mubarak adalah mantan kepala angkatan udara dan wakil presiden Mesir. Ia terpilih setelah beberapa pemberontak menyusup ke barisan tentara dan menembak mati presiden Anwar Sadat dalam parade militer pada 1981. Mubarak yang berjarak beberapa meter dari Sadat tertembak di tangan. Ia diangkat menjadi presiden delapan hari setelah insiden tersebut.