Sabtu 25 Mar 2017 03:10 WIB

PBB Selidiki Kekejaman Terhadap Muslim Rohingya di Myanmar

Rep: Sri Handayani/ Red: Ilham
Militer Myanmar di negara bagian Rakhine yang merupakan wilayah Muslim Rohingya tinggal.
Foto: AP Photo
Militer Myanmar di negara bagian Rakhine yang merupakan wilayah Muslim Rohingya tinggal.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) sepakat mengirimkan tim pencari fakta ke Myanmar untuk menyelidiki dugaan kekerasan yang dilakukan pasukan keamanan terhadap Muslim Rohingya. Puluhan ribu orang telah meninggalkan negara bagian Rakhine sejak pasukan militer memulai operasi keamanan pada akhir Oktober 2016.

Kegiatan ini disebut sebagai respon atas serangan yang dilakukan oleh pria bersenjata di pos perbatasan. Serangan ini diklaim telah menyebabkan sembilan polisi tewas.

Laporan PBB pada Februari menyebutkan operasi yang menargetkan Muslim Rohingya juga disertai pembunuhan dan pemerkosaan massal. Ini merupakan tindak pidana kriminal terhadap kemanusiaan.

Tim independen internasional dikirim untuk mengungkap fakta adanya dugaan kekejaman. Lembaga Hak Asasi Manusia PBB memutuskan hal ini dalam sebuah resolusi yang disepakati bersama di Jenewa pada Jumat (24/3).

Kesepakatan itu menyebutkan, hasil penyelidikan akan dipublikasikan dengan memastikan akuntabilitas pelaku dan keadilan terhadap korban. Para anggota tim juga juga akan memberikan kabar terbaru secara lisan pada September dan membuat laporan lengkap setahun mendatang. Beberapa negara tidak ikut menandatangani kesepakatan tersebut, diantaranya Cina, India, dan Kuba.

Lembaga ini juga menyerukan penghentian kekerasan terhadap Yanghee Lee oleh Komisi Penyelidikan. Lee merupakan pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar.

Awal bulan ini, Lee memberikan keterangan pers kepada wartawan. Ia menyatakan para pemimpin negara Eropa akan memberikan lebih banyak waktu kepada pemerintahan sipil Myanmar sebelum meluncurkan penyelidikan tingkat tinggi.

Aljazeera menyebut Myanmar bersikukuh melakukan perlawanan melalui Komisi Penyelidikan. Duta besar hak asasi manusia negara tersebut, Htin Lynn, juga menyerukan bahwa gerakan mengirim tim investigasi tingkat rendah tidak dapat diterima.

Myanmar telah meluncurkan penyelidikan internal terhadap dugaan kekerasan di Rakhine. Pemerintah negara tersebut juga menunjuk mantan Ketua PBB Kofi Annan untuk memimpin komisi yang bertugas memulihkan api permusuhan antara penganut Budha dan Muslim. "Berikan kesempatan kepada masyarakat Myanmar untuk memilih cara terbaik dan paling efektif untuk menghadapi tantangan di negara ini,” ujar Lynn menanggapi resolusi PBB tersebut.

Para aktivis hak asasi manusia menyambut baik keputusan PBB. Mereka menyebut resolusi itu merupakan ‘keputusan penting’ yang telah dibuat oleh 47 anggota forum. Walau demikian, mereka menyayangkan penyelidikan ini tidak dilakukan sepenuhnya oleh komisi penyelidikan internasional. Mereka menyerukan agar pemerintah Myanmar mau bekerja sama.

“Sangat disayangkan jika pemerintah Myanmar tidak menyepakati resolusi ini,” kata direktur eksekutif FORUM-ASIA John Samuel dalam sebuah pernyataan resmi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement