REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri hilir kelapa cukup bernilai ekonomi tinggi dan menjanjikan. Kelapa juga berpotensi dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Berbagai alternatif produk diversifikasi kelapa yang bernilai ekonomi tinggi dan mempunyai prospek pasar yang luas, seperti minyak goreng sehat, kelapa parut kering, karbon aktif, gula kelapa, serat sabut, nata de coco, minuman air kelapa dan lainnya.
Diversifikasi tersebut dilaksanakan dengan pengembangan bioindustri kelapa yang saat ini diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan dan potensi bahan baku dengan pola bioindustri.
Pengusahaan kelapa berdasarkan sistem bioindustri, mengharuskan pola usaha dengan memanfaatkan secara optimal potensi dari kompinen hasil kelapa berupa sabut, tempurung, daging dan air kelapa dalam proses industri. Baik secara proses maupun bioproses, dengan prinsip pengolahan zero waste.
Dalam proses integrasinya yang sesuai dengan jenis bahan baku dan produk yang akan dihasilkan, sistem pengolahan pada bioindustri kelapa dapat dibagi dalam beberapa kelompok. Yakni: (a) Pengolahan kelapa segar; memproduksi kelapa parut kering, chip kelapa, santan kelapa, VCO, tepung kelapa, (b) Kelapa muda; berupa produk kelapa muda awetan dan pengalengan kelapa muda, (c) Kopra; memproduksi minyak dan bungkil sebagai pakan ternak, (d) Sabut untuk memproduksi serat, debu sabut sebagai media tanam dan pupuk organik, dan (e) Tempurung; memproduksi arang tempurung, karbon aktif dan tepung tempurung.
Pada pengembangan bioindustri, dibutuhkan efektivitas pembinaan dan pengendalian kegiatan pengembangan. Untuk itu, dibutuhkan wadah permanen yakni kelompok tani dan unit pengolahannya. Awalnya peran petani menyediakan bahan baku, mengolah dan memasarkan produk yang dihasilkan, dengan bimbingan teknis dan manajemen usaha dari instansi teknis sehingga secara bertahap petani termotivasi dan menambil peran utama dalam mengembangkan usaha dengan pola pikir bisnis-komersial.
Pengembangan dikatakan sukses jika produk yang diproduksi dapat dijual dengan menghasilkann laba. Lima dimensi spesifik yang berhubungan dengan laba, dan digunakan untuk menilai kinerja usaha pengembangan produk bioindustri kelapa adalah: (a) kualitas produk; berapa besar harga yang akan dibayar pelanggan, (b) biaya produk; berapa besar laba yang akan dihasilkan oleh unit usaha pada volume dan harga penjualan.
Kemudian (c) waktu pengembangan; kemampuan berkompetisi, perubahan teknologi, dan kecepatan menerima pengembalian ekonomis dari usaha yang dilakukan, (d) biaya pengembangan; merupakan komponen penting dari investasi untuk mencapai profit, dan (e) kapasitas pengembangan; merupakan aset untuk mengembangkan produk lebih efektif dan ekonomis di masa mendatang.
Dalam upaya meningkatkan nilai tambah komoditas kelapa dan pemberdayaan kelompok tani, melalui bioindustri kelapa terutama untuk skala kelompok tani, diperlukan dukungan peralatan pengolahan dengan kapasitas 2000-2500 butir kelapa/hari, produk yang memenuhi standar mutu, tersedia pasar dan secara ekonomi menguntungkan bagi kelompok tani. Untuk bioindustri kelapa skala menengah-besar diarahkan pada pemanfaatan potensi bahan baku, limbah dan hasil ikutan secara efisien dalam proses industri.