Sabtu 25 Mar 2017 13:00 WIB

Pajak 3.000 Kendaraan di Bima Belum Dibayar

Warga melakukan pembayaran pajak kendaraan bermotor dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). ilustrasi
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Warga melakukan pembayaran pajak kendaraan bermotor dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM - Ketua Komisi III DPRD Nusa Tenggara Barat Johan Rosihan mengungkapkan ada 3.000 unit kendaraan di Kabupaten Bima ternyata belum membayar pajak. 

"Ternyata di Bima lebih besar lagi kendaraan yang belum membayar pajak," kata Johan Rosihan di sela-sela kunjungan kerja ke Kantor Samsat Bima, Sabtu (25/3).

Ia mengatakan, dari hasil pertemuan Komisi III DPRD dan Samsat Bima, dari 3.000 unit kendaraan baik roda dua dan roda empat yang belum melakukan daftar ulang pajak 30 persen merupakan kendaraan dinas (Randis) Pemerintah Kabupaten Bima.

"Ini yang kita perlu telusuri. Apakah pajak dan denda ini sudah di anggarkan apa belum dalam APBD, karena kalau sudah kenapa belum di bayar," tuturnya. 

Terkait hal ini, Johan, mengatakan diperlukan sebuah peraturan kepala daerah untuk menertibkan masalah tunggakan pajak kendaraan tersebut. 

Sebelumnya, dalam kunjungan kerja ke Kantor Samsat Kabupaten Dompu juga ditemukan banyak di antara kendaraan dinas milik pemerintah daerah yang belum membayar pajak. 

Jumlah Randis Dompu yang dapat ditarik pajaknya hanya 600-an kendaraan dan masih ada 900-an kendaraan yang hingga kini tidak terbayar pajaknya. "Kita belum lihat detail data Randisnya, berapa motor dan berapa mobilnya. Kalau motor kalikan saja Rp 350 ribu (pajak dan dendanya) setahun, mobil juga beda-beda tergantung jenis, ada yang Rp 1,50 juta sampai Rp 1,5 juta," jelasnya.

Menurut Johan, ada beberapa sebab Randis yang di miliki Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Dompu belum membayar pajak. Antara lain, surat-surat kendaraan yang tidak dipegang oleh pemegang kendaraan.

Selanjutnya, ada pengadaan kendaraan dalam jumlah besar merek Cina yang efektif penggunaannya cuma setahun, setelah itu rusak dan tidak terlacak serta pengalihfungsian dari pengadaannya. Kemudian, akibat pelelangan, surat kendaraan tidak jelas keberadaannya. Banyak, kendaraan yang sudah mangkrak di kantor aset tidak digunakan lagi, namun masih tercatat sebagai potensi. 

Sedangkan kendala untuk kendaraan umum tidak sesuai antara potensi dan realisasi, karena banyak motor yang ditarik oleh dealer, akibat uang muka yang murah, masyarakat mudah mengambil kendaraan tapi kesulitan membayar cicilan atau ada juga karena memang sengaja dengan alasan lain.

"Faktor lain, banyak kasus pemindah tanganan yang abai dengan kepada siapa menjual dan dari siapa dia beli," jelas Johan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement