REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi menyayangkan keikutsertaan santri anak-anak dalam penolakan pembangunan Gereja Santa Clara, Bekasi Utara, yang berujung bentrokan. Menurut dia, seharusnya bentrokan tidak akan terjadi jika penolakan ditempuh melalui jalur hukum, seperti mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Tidak perlu membawa santri yang masih pada di bawah umur,” ujar Rahmat, Ahad (26/3). Ia mengaku mendapatkan laporan keikutsertaan santri anak-anak dari Polres Kota Bekasi yang dikirim ke KPAI dan Komnas HAM.
Rahmat menyakini, masyarakat Bekasi adalah masyarakat yang cerdas dan tidak dapat terprovokasi. Dia menggarisbawahi, sebagai bangsa yang menjunjung kesatuan dan persatuan, masyarakat diimbau dapat hidup damai dan berdampingan, tanpa memandang RAS, suku dan agama.
“Kita punya saudara yang berbeda keyakinan, 324 ribu non-Muslim yang punya hak dan kewajiban yang sama,” kata dia menjelaskan.
Kasubag Humas Polres Metro Bekasi, Kompol Erna Ruswing Andari menuturkan, massa yang terlibat bentrokan berasal dari Babelan. Polres Bekasi telah membuat laporan yang diajukan kepada Komnas Perlindungan Anak dan Komnas HAM terkait tindakan ormas Islam yang mengikutsertakan santri di bawah umur dalam aksi penolakan pembangunan Gereja Santa Clara Bekasi Utara.
“Kita sudah lapor, karena Komisioner Komnas Anak Ima Umiyati memang sedang berada di TKP saat itu,” ungkap Erna, Ahad (26/3).
Ketua Komnas Perlindungan Anak Aris Sirait mengaku prihatin dengan aksi penolakan yang melibatkan pelajar di bawah umur. Menurut dia, keterlibatan pelajar tersebut bukan untuk kepentingan pribadi anak. "Jadi terlihat bahwa anak anak dikeraskan untuk kepentingan-kepentingan tertentu," ujar Aris.
Dalam persepsi Komnas Perlindungan Anak, Aris menuturkan, aksi itu akan berdampak tidak baik pada anak dan akan mengajarkan kekerasan kepada anak dalam penyelesaian masalah.
Penolakan yang diikuti massa berkisar antara 600 hingga 1.000 orang ini bermula dengan pengajuan tuntutan kepada Wali Kota Bekasi pada Sabtu (25/3). Mereka meminta agar surat izin pembangunan Gereja Santa Clara dicabut.
Ratusan massa yang dipimpin KH Amien Noer dan KH Ishomuddin Muchtar ini melakukan aksi penolakan dari Pesantren At-Taqwa Bekasi Utara menuju Kantor Pemerintah Kota Bekasi. Aksi Penolakan yang salah satunya diikuti santri Pesantren At-Taqwa Bekasi Utara dan berbagai Ormas Islam ini berakhir ricuh.
Aksi lemparan batu dan botol kaca terjadi saat massa tiba di depan Gereja Santa Clara di Jalan Raya Kaliabang, Harapan Baru, Bekasi Utara. Hal ini diiringi dengan penembakan gas air mata dari aparat kepolisian untuk meredam kericuhan yang terjadi.