REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Galian pasir ilegal di sejuah kecamatan di Purwakarta kembali bermunculan. Akan tetapi, pemkab setempat tak bisa berkutik dengan adanya aktivitas tambang yang merusak lingkungan ini karena saat ini kewenangan tambang sudah diambil alih Pemprov Jabar.
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengatakan sekarang izin dan kewenangan yang berkaitan dengan tambang sudah bukan urusan pemkab lagi karena, telah diambilalih oleh provinsi. Padahal, dulu sebelum 1 Januari 2017, persoalan tambang menjadi kewenangan pemkab.
"Kalau ada galian ilegal, maka akan kita setop. Jika terus membandel, maka honor aparatur desanya kita tahan sebagai sanksi tegas," ujar Dedi, kepada Republika.co.id, Ahad (26/3).
Namun, saat ini tak bisa berbuat apa-apa. Padahal, ia sudah terima laporan kalau aktivitas tambang, terutama galian pasir ilegal kembali marak. Seperti, terjadi di sejuah desa di Kecamatan Sukatani, yang memang dulunya sebagai area kawasan penambangan pasir.
Menurut Dedi, sebelum kewenangan pertambangan diambil alih, pemkab sangat serius memerangi aktivitas tambang ilegal. Sebab, aktivitas ini sangat merusak lingkungan. Bahkan, bisa menyebabkan bencana alam.
Untuk mengatasi masalah tambang, tak tanggung-tanggung Dedi turun langsung ke lokasi. Alat-alat berat itu, kuncinya disita oleh instansi terkait. Jika tetap beroperasi, maka jalan yang digunakan untuk lalu lalang kendaraan tambang diblokade dengan menggunakan armada damkar.
"Mengeksplorasi alam ini, keuntungannya sedikit. Justru, yang paling besar adalah dampak negatifnya," ujar Dedi.
Dari 17 kecamatan yang ada, dulu yang sering menjadi lokasi tambang terutama pasir, ada di sejumlah kecamatan, seperti, Cibatu, Campaka, Bungursari, Pasawahan, Sukatani, dan Pleredang. Kecamatan yang paling banyak tambang pasir ilegalnya, yaitu di Kecamatan Sukatani.
Kapolsek Sukatani AKP Suhartana membenarkan bila saat ini sudah bermunculan aktivitas galian pasir ilegal di wilayahnya. Galian pasir ilegal itu, ditemukan di Desa Cipicung. Warga menambang pasir dengan dua cara. Pertama, menggunakan perlatan moderen. Kedua, dengan peralatan tradisional.
"Kami sudah mendatangi warga, sekaligus melakukan sosialisasi larangan penambangan ilegal," ujarnya.