REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ketua Pokja Industri Kreatif dari Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Irfan Wahid mengungkapkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat pada 2016 ada 800 ribu laman penyebar hoax di Indonesia.
Sebanyak 700 ribu laman sudah ditutup oleh pemerintah namun informasi hoax dari berbagai laman lainnya terus bermunculan. Di Facebook, Twitter, bahkan di aplikasi pesan Whatsapp juga bertebaran informasi mengenai syiar agama yang belum tentu benar.
''Mengapa situs atau portal informasi hoax makin menjamur? karena pemilik portal itu berlomba mendatangkan traffic klik,'' kata Irfan yang juga akrab disapa Ipang Wahid itu.
Bermedia sosial, kata Ipang, kini sudah tidak bisa dihindari. Media sosial bisa digunakan untuk syiar agama, sosial kemasyarakatan, ekonomi, politik, dan hiburan. ''Jika dakwah Muslimat dilakukan melalui media sosial, maka dampak positifnya akan lebih luas lagi,'' kata Ipang.
Baca juga, Gus Mus Ikut Jadi Korban Hoax.
Semakin banyak klik semakin untung mereka. Semakin tinggi traffic semakin besar nilai sebuah portal. Sayangnya para pemilik portal tidak peduli substansi, yang penting klik di portalnya. ''Jangan mau diperalat atau dijebak oleh penyebar hoax. Mereka dapat uangnya, kita dapat dosanya,'' ungkap Ipang.
Pria yang juga berprofesi sebagai Konsultan Branding di Fastcomm ini menilai Muslimat NU memiliki banyak sekali konten positif seputar kegiatan dan layanan di bidang pendidikan, kesehatan, keterampilan, ekonomi, dan juga syiar agama yang dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia.
Materi tersebut dapat diolah menjadi bentuk infografis, video, meme, atau konten kreatif lainnya sehingga semakin banyak masyarakat yang mengetahui kiprah Muslimat. Ini sekaligus mengedukasi dan memberi informasi kepada publik untuk menjawab berbagai informasi hoax.