REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cendekiawan Muslim, KH Didin Hafidhuddin, turut angkat suara soal pernyataan Presiden Joko Widodo soal pemisahan politik dan agama. Didin berpendapat, pemisahan itu merupakan suatu kesalahan yang besar.
"Memisahkan agama dan politik itu suatu kesalahan fatal," kata Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) tersebut ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (28/3).
Ia menerangkan, pelaksanaan ajaran agama jika ingin baik dan konsisten, harus mendapatkan dukungan kekuatan politik. Tentu, kekuatan politik itu yang sehat, berpihak pada kejujuran, keadilan, dan kepentingan rakyat.
Bahkan, lanjut Didin, Abu Bakar Shiddieq sebagai kepala negara, pernah memerangi mereka yang memisahkan shalat dengan zakat. Maka itu, ia merasa, pemisahan politik dengan agama merupakan bentuk pengerdilan.
"Memisahkan politik dengan agama adalah sama dengan mengerdilkan peranan agama dalam kehidupan," kata Didin yang saat dihubungi tengah melaksanakan umroh di Tanah Suci.
Didin membayangkan, apa saja yang bisa terjadi jika politik tidak dilandasi agama. Di antaranya, lahirnya politik yang kotor yang menghalalkan segala macam cara, hanya demi bisa mencapai tujuan.
"Negara kita memang bukan negara agama, tapi juga bukan negara sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan bangsa," kata Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), tersebut.