Selasa 28 Mar 2017 19:38 WIB

Menperin Usulkan Produk Furnitur tak Perlu Miliki SVLK

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Nur Aini
Pekerja sedang menyelesaikan pembuatan furniture di KaliBaru, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (25/9).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pekerja sedang menyelesaikan pembuatan furniture di KaliBaru, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (25/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengusulkan agar furnitur dan produk kerajinan kayu tak diwajibkan memiliki dokumen V-Legal Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Hal ini demi memberikan kemudahan dan mengurangi hambatan teknis bagi produk dalam negeri untuk memasuki pasar ekspor.

Airlangga berargumen, banyak pelaku industri yang mengaku belum mendapatkan manfaat dari memiliki dokumen tersebut, khususnya terkait penerimaan dokumen SVLK di negara tujuan ekspor. Sebab, hingga saat ini baru Uni Eropa yang sudah memiliki kerangka kerja sama Forest Law Enforcement, Governance and Trade Voluntary Partnership Agreement (FLEGT VPA). Sementara, pemerintah mewajibkan industri furnitur dan olahan kayu untuk melengkapi produk mereka dengan dokumen V-Legal ke semua negara tujuan ekspor.

"Makanya kita mengusulkan agar SVLK disederhanakan dan bisa dikomunikasikan kepada seluruh konsumen," kata Menperin, melalui keterangan pers tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (28/3).

Selain itu, ia juga mengusulkan agar perusahaan yang sudah mendapat fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) tidak perlu rekomendasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk melakukan impor kayu. Sebab, Menperin menilai kewajiban itu justru dapat menghambat jalannya proses produksi.

Menurutnya, sejumlah pengusaha furnitur melakukan impor bahan baku kayu yang memang tidak tersedia di dalam negeri, seperti kayu oak dan poplar. Sehingga, tak ada jalan lain bagi pengusaha selain mendatangkannya dari luar.

Airlangga mengungkapkan, hambatan lainnya yang dirasakan industri yaitu selama ini impor barang contoh (sampel) furnitur masih harus melalui proses karantina oleh Kementerian Pertanian. Padahal produk furnitur merupakan produk olahan yang sudah melalui proses fumigasi di negara asalnya sehingga bebas hama penyakit. Proses karantina sampel furnitur yang memakan waktu mengakibatkan tertundanya proses produksi furnitur. Untuk itu, Menperin mengusulkan agar sampel furnitur tidak lagi harus melalui proses karantina.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement