REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Situasi di Yaman belakangan ini kian memanas lantaran krisis politik yang melanda negeri itu sejak 2011. Negara republik yang terletak di selatan Jazirah Arab itu kini terlibat perang saudara, menyusul kudeta politik yang dilakukan kelompok pemberontak Houthi yang beraliran Syiah terhadap pemerintahan yang sah dalam beberapa bulan terakhir.
Perebutan kekuasaan yang disertai pertumpahan darah tersebut layak membuat kita prihatin, mengingat Yaman sendiri memiliki sejumlah catatan penting dalam sejarah peradaban, termasuk Islam. Beberapa kalangan akademisi menganggap sejarah Yaman kuno termasuk topik yang sangat menarik untuk dipelajari.
Bukan saja karena negeri itu pernah menjadi salah satu pusat peradaban tertua di Timur Dekat, melainkan juga karena kemakmuran yang dinikmati oleh masyarakatnya terbilang membanggakan untuk pada masa itu.
Yaman pada masa lalu juga dikenal sebagai negeri paling subur di Semenanjung Arabia, dengan curah hujan yang cukup setiap tahunnya. Karena suburnya tanah Yaman, ahli geografi Yunani yang hidup pada abad kedua, Ptolemy, bahkan menyebut negeri itu sebagai Eudaimon Arabia (yang dalam terjemahan versi latin disebut Arabia Felix) yang berarti 'Arabia yang Sejahtera'.
Berdasarkan catatan sejarah, Yaman sudah lama menjadi perlintasan budaya di Semenanjung Arabia. Lokasinya yang strategis membuat negeri itu dikenal sebagai jalur perdagangan penting di kawasan Teluk. Jauh berabad-abad sebelum kedatangan Islam, Yaman diketahui telah dihuni oleh peradaban manusia.