Rabu 29 Mar 2017 17:59 WIB

Cinta, Falsafah Hidup Buya HAMKA

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nasih Nasrullah
Acara bedah buku
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Acara bedah buku

REPUBLIKA.CO.ID, Siang itu di Teater Arena Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 1969. Jakarta masih belum melupakan masa lalu penuh kekangan di Orde Lama. Meskipun pada saat yang sama, masa depan di bawah Orde Baru tampak samar-samar. 

Dalam suasana demikian, sekelompok pengarang menyelenggarakan diskusi. Pembicara yang dihadirkan cukup istimewa. Dialah Haji Abdul Malik Karim Amrullah, HAMKA. 

Sastrawan Angkatan 66, Taufiq Ismail, merekam kenangan dari diskusi itu dalam bukunya Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit. Seusai paparan, ungkap Taufiq Ismail, sastrawan-ulama tersebut ditanya oleh beberapa peserta mengenai dua hal. 

Pertama, tentang pendapatnya soal pelarangan buku-buku Pramoedya Ananta Toer. Untuk diketahui, dalam rezim Orde Baru karya-karya pengarang kelahiran Blora tersebut menjadi haram bagi publik. Tidak cukup demikian. Presiden Soeharto juga menggiring Pramoedya dan para tertuduh komunis lainnya ke Pulau Buru, “gulag”-nya Asia Tenggara.