Kamis 30 Mar 2017 05:00 WIB

Dana Repatriasi Paling Banyak dari Singapura

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Satria K Yudha
Petugas melayani wajib pajak yang ingin memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) di Help Desk, di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Pusat, Kamis (8/12).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Petugas melayani wajib pajak yang ingin memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) di Help Desk, di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Pusat, Kamis (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mencatat, dana repatriasi hingga pekan keempat Maret 2017 sebanyak Rp 146 triliun atau tiga persen dari total deklarasi harta Rp 4.669 triliun. 

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo mengungkapkan, repatriasi dan deklarasi harta luar negeri didominasi enam negara asal. "Terbesar, harta repatriasi berasal dari Singapura dengan jumlah Rp 84,52 triliun atau 57,91 persen dari seluruh dana repatriasi," kata Suryo, Rabu (29/3). Sementara posisi kedua dan ketiga diduduki Cayman Island dengan repatriasi sebanyak Rp 16,51 triliun dan Hongkong sebesar Rp 16,28 triliun. 

Virgin Island dan Cina menempati posisi keempat dan kelima sebagai negara asal dana repatriasi dengan nilai masing-masing Rp 6,58 triliun dan Rp 3,65 triliun. 

Tak jauh beda dengan harta repatriasi, deklarasi harta luar negeri melalui amnesti pajak juga menunjukkan bahwa sebagian besar harta dan aset wajib pajak tersimpan di Singapura. Tercatat, 73,08 persen deklarasi harta di luar negeri berada di Singapura dengan nilai Rp 751,19 triliun. 

Sementara itu, Virgin Island menduduki posisi kedua terfavorit untuk menyimpan harta dengan deklarasi sebesar Rp 76,92 triliun. Hongkong, Cayman Island, dan Australia melengkapi posisi lima besar dengan besaran deklarasi harta masing-masing adalah Rp 56,27 triliun, Rp 52,86 triliun, dan Rp 41,15 triliun. 

Suryo melanjutkan, Ditjen Pajak akan tetap melayani amnesti pajak hingga tengah malam pada 31 Maret 2017. Menurutnya, masih ada potensi besar adanya penambahan deklarasi harta dalam sisa waktu 3 hari terakhir ini. Ia juga mengingatkan, wajib pajak yang melaporkan hartanya di luar negeri dan berkomitmen untuk melakukan repatriasi harta di Indonesia, maka diwajibkan untuk melaporkan posisi harta secara berkala. 

Alasannya, dana repatriasi harus tetap bertahan di Indonesia paling tidak selama tiga tahun mendatang. Suryo mengatakan, dana repatriasi diharapkan bisa mengalir ke sektor produktif sehingga bisa memberikan manfaat bagi masyarakat, termasuk dengan dibukanya lapangan usaha. 

"Memang ada kewajiban untuk melaporkan, waktunya kapan? Kalau dalam UU, 3 tahun sejak repatriasi atau sejak harta dideklarasi. Selama 3 tahun dia harus laporkan," kata Suryo. 

Artinya, laporan wajib diserahkan oleh wajib pajak melalui penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan wajib pajak orang pribadi pada Maret 2018 mendatang untuk tahun pajak 2017, Maret 2019 untuk tahun pajak 2018, dan terakhir pada penyerahan SPT Maret 2020 untuk tahun pajak 2019. 

Sedangkan wajib pajak badan tetap diwajibkan melakukan pelaporan melalui SPT pada April setiap tahunnya. Konsekuensinya, bila wajib pajak yang berkomitmen lakukan repatriasi tidak melaporkan posisi hartanya maka akan ada pemeriksaan oleh otoritas pajak. "Kita akan lakukan langkah klarifikasi selama 14 hari," dia menambahkan.  

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement