Kamis 30 Mar 2017 03:50 WIB

Jerman: Kesatuan 27 Negara Anggota Uni Eropa Jadi Prioritas Tertinggi

Uni Eropa
Uni Eropa

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel memperingatkan bahwa negosiasi keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau yang dikenal dengan istilah Brexit tidak mudah bagi kedua pihak. Ia juga mengatakan sulit memahami sebuah negara bisa percaya akan lebih baik sendirian di lingkungan global saat ini.

Gabriel juga menjelaskan bahwa kesatuan 27 negara anggota Uni Eropa lainnya akan menjadi prioritas tertinggi Jerman dalam pembicaraan tersebut. "Negosiasi pasti tidak akan mudah bagi kedua belah pihak," katanya seperti dilansir Reuters, Rabu (29/3).

"Perasaan buruk bisa dimengerti. Bagi banyak orang itu adalah hal yang sulit untuk dipahami, terutama pada masa-masa yang penuh gejolak, bagaimana orang bisa percaya bahwa mereka akan lebih baik. Tapi ini tidak dapat menjadi dasar untuk menentukan hubungan masa depan kita," tuturnya menambahkan.

Perdana Menteri Inggris Theresa May resmi mengajukan surat pengunduran diri negaranya dari Uni Eropa pada pekan ini. Surat itu akan menjadi awal dari dimulainya negosiasi alot mengenai syarat-syarat keluarnya Inggris selama beberapa tahun mendatang yang menjadi ujian bagi ketahanan Uni Eropa.

Sembilan bulan setelah warga Britania Raya memilih untuk keluar, May akhirnya menyerahkan surat kepada Presiden Dewan Uni Eropa Donald Tusk bahwa negaranya akan keluar dari organisasi tempat Inggris menjadi anggota sejak 1973.

Perdana menteri kini mempunyai waktu dua tahun untuk merundingkan syarat-syarat perpisahan sebelum benar-benar keluar dari Uni Eropa pada Maret 2019.

Namun selain harus menghadapi perundingan keras dengan negara-negara Uni Eropa lain terkait masalah keuangan, perdagangan, tenaga kerja, dan keamanan, May juga harus mengatasi potensi perpecahan yang kini membayang di kerajaan yang menaungi empat negara tersebut (Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara). Skotlandia kini sudah mengajukan permohonan referendum untuk merdeka dari Britania Raya.

Hasil dari perundingan dengan Uni Eropa akan menentukan masa depan negara dengan perkonomian terbesar kelima di dunia tersebut, terutama terkait status London sebagai salah satu dari dua pusat keuangan global. Sementara itu bagi Uni Eropa yang juga tengah mengalami masalah krisis utang dan pengungsi, keluarnya Inggris akan menjadi pukulan telak bagi organisasi yang telah berusia 60 tahun tersebut.

Para pemimpin Uni Eropa kini tengah menghadapi dilema. Di satu sisi mereka tidak ingin menghukum Inggris (dengan menerapkan pajak perdagangan sebagai balasan atas pembatasan tenaga kerja asing). Namun di sisi lain, mereka juga harus tidak boleh terlalu banyak memberi keleluasaan bagi Inggris karena akan menjadi senjata bagi kelompok anti-Uni Eropa untuk memperjuangkan hal yang sama.

Dalam waktu 48 jam ke depan, Dewan Uni Eropa akan mengirim rancangan panduan perundingan bagi 27 negara anggota. Tusk akan menanggapi permohonan Inggris di Malta.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement