REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar menilai, MoU antar lebaga penegak hukum yakni KPK, Polri dan Kejaksaan akan mempengaruhi ruang gerak KPK. Sebab, menurutnya itu KPK akan kehilangan kebebasannya dalam melakukan upaya paksa terhadap penegak hukum lain yang melakukan korupsi.
"Ya pasti berpengaruh pada ruang gerak KPK (MoU lembaga penegak hukum). KPK akan kehilangan independensi dan kebebasannya dalam melakukan upaya paksa terhadap penegak hukum lain yang melakukan korupsi," kata Fickar kepada Republika.co.id, Kamis (30/3).
Di samping itu, lanjut Fickar, KPK juga harus dikritisi karena mau menandatangani MoU tersebut. Meskipun, pada kenyataannya bisa jadi penandatanganan dilakukan lantaran KPK dalam keadaan tertekan.
"Ya bisa jadi KPK merasa tertekan (saat menandatangani MoU tersebut). Tapi KPK harus dikritisi (karena mau tandatangan MoU) agar tidak dikooptasi lembaga lain," ucap Fickar.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dan Jaksa Agung HM Prasetyo menandatangani MoU di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (29/3). MoU tersebut mengatur pemeriksaan anggota KPK, Polri atau Kejaksaan maupun penggeledahan kantor ketiga lembaga terkait kasus korupsi harus seizin pimpinannya.
Diatur juga, jika salah satu penegak hukum melakukan pemanggilan pemeriksaan personel atau anggota penegak hukum lainnya, maka lembaga yang melakukan pemanggilan harus memberitahukan pimpinan anggota yang dipanggil. Selain itu, anggota yang hendak diperiksa juga harus didampingi advokat lembaganya dan pemeriksaan dilakukan di kantor anggota terperiksa.