REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI -- Makanan tradisional Jambi yang berbahan baku fermentasi buah durian, tempoyak ikan patin, terancam diproduksi Thailand yang juga produsen buah beraroma khas itu, kata Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Bisnis pada Fakultas Ekonomi Universitas Jambi (Unja) Prof Dr Heryadi di Jambi, Kamis.
"Sejumlah komoditas tradisional memiliki kekhasan yang harus dikembangkan sehingga bisa menjadi potensi daerah yang berdaya saing, seperti tempoyak Jambi bila tidak dikembangkan maka bisa jadi ke depan di produksi oleh Thailand yang juga produsen durian," kata Heryadi.
Hal sama juga dengan tahu dan tempe yang menjadi salah satu makanan unggulan di tanah air, bila daya saingnya tidak dipertahankan atau ditingkatkan tidak mustahil bisa tergerus tahu dan tempe produksi Vietnam yang juga produsen kedelai.
Menurut dia, daya saing produk tradisional harus mendapat perhatian, terutama dari pemerintah daerah karena memiliki potensi besar. Pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang memproduksi produk khas perlu dikembangkan dan difasilitasi sehingga produk itu berdaya saing.
Kehadiran UMKM yang inovatif menurut dia sangat mutlak dan harus difasilitasi. Namun selain inovatif juga harus kreatif tak hanya dalam memproduksi akan tetapi juga dalam membuka jejaring pasar.
"Contohnya tempoyak, kendati produk tradisional harus dikembangkan menjadi makanan kalengan. Itu makanan khas yang bercita rasa unik. Bila tidak dikembangkan, tak mustahil ke depan akan ada tempoyak 'made in' Thailand, dan itu jangan sampai terjadi," katanya.
Tak hanya dalam produk kuliner, penguatan daya saing juga pada produk lainnya yang juga menjadi imbas dari pasar bebas ASEAN (MEA). Kompetitor tak hanya dari sesama produsen di dalam negeri, tapi juga dari berbagai negara di ASEAN yang merupakan salah satu potensi pasar dunia.
"Intinya harus ada pembeda dari ragam produk yang dihasilkan, selain itu perlu ada berbedaan pelayanan dan inovasi produk," katanya.
Ia mencontohkan untuk produk-produk pertanian seperti sayuran dan buah-buahan menuntut inovasi dan sentuhan teknologi. Salah satunya perlakuan dan pengolahan agar bisa meminimalisasi karakter buah dan sayuran yang cepat layu dan busuk sehingga tetap bisa segar hingga ke tangan konsumen.
Lebih lanjut ia menyebutkan, investasi potensi sosial perlu menjadi perhatian dan diangkat pada ajang MEA, sehingga bisa menjadi kekuatan di pasar MEA. Selain itu Indonesia juga harus memanfaatkan pasar di ASEAN.
"Berdasarkan pengamatan saat ini negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia belum memanfaatkan semaksimal mungkin pasar ASEAN, masih membidik pasar tradisional mereka di luar ASEAN. Saya melihat hanya Laos yang saat ini fokus memanfaatkan potensi internal ASEAN," kata Heryadi.